B AB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar
Belakang
Banyak orang
yang salah mengartikan akan suatu ayat yang terdapat dalam Al-Qur’an, sehingga
orang bisa saja mengartikan berbagai ayat dalam Al-Qur’an dengan tidak melihat
berbagai sumber termasuk tafris-tafsir yang sudah ada. Banyak sekali buku-buku
atau tafsir-tafsir yang seharusnya kita gali untuk mengkaji berbagai ayat.
Salah satunya adalah tafsir al-Maraghi. Al-Qur’an bukanlah kitab suci yang siap
pakai dalam arti berbagai konsep yang dikemukakan al-Qur’an tersebut, tidak
langsung dapat dihubungkan dengan berbagai masalah yang dihadapi manusia.
Ajaran Al-Qur’an tampil dalam sifatnya yang global, ringkas dan general
sehingga untuk dapat memehami ajaran Al-Qur’an tentang berbagai masalah
tersebut, mau tidak mau seseorang harus melalui jalur tafsir sebagimana yang
dilakukan oleh para ulama.
1.2 Rumusan
Masalah
1.
Apa
tafsiran surat At-taubah ayat 122 ?
2.
Apa Tafsirn surat Al- Mujadalah ayat 11 ?
3.
Apa Tafsirn surat Az-Zumar Ayat 9 ?
4.
Apa Tafsirn surat Fathir ayat 27-28 ?
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Tafsir Surat At-Taubah Ayat
122
وَمَا كَانَ الْمُؤْمِنُونَ لِيَنْفِرُوا كَافَّةً فَلَوْلَا نَفَرَ
مِنْ كُلِّ فِرْقَةٍ مِنْهُمْ طَائِفَةٌ لِيَتَفَقَّهُوا فِي الدِّينِ
وَلِيُنْذِرُوا قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوا إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ
يَحْذَرُونَ
Artinya : Tidak sepatutnya bagi mukminin itu pergi semuanya (ke
medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka
beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk
memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka Telah kembali kepadanya,
supaya mereka itu dapat menjaga dirinya.
Dalam ayat ini,
Allah swt. menerangkan bahwa tidak perlu semua orang mukmin berangkat ke medan
perang, bila peperangan itu dapat dilakukan oleh sebagian kaum muslimin saja.
Tetapi harus ada pembagian tugas dalam masyarakat, sebagian berangkat ke medan
perang, dan sebagian lagi bertekun menuntut ilmu dan mendalami ilmu-ilmu agama
Islam supaya ajaran-ajaran agama itu dapat diajarkan secara merata, dan dakwah
dapat dilakukan dengan cara yang lebih efektif dan bermanfaat serta kecerdasan
umat Islam dapat ditingkatkan.
Orang-orang
yang berjuang di bidang pengetahuan, oleh agama Islam disamakan nilainya dengan
orang-orang yang berjuang di medan perang. Dengan demikian dapat diambil suatu
pengertian, bahwa dalam bidang ilmu pengetahuan, setiap orang mukmin mempunyai
tiga macam kewajiban, yaitu: menuntut ilmu, mengamalkannya dan mengajarkannya
kepada orang lain.
Menurut
pengertian tersebut kewajiban menuntut ilmu pengetahuan yang ditekankan di sisi
Allah adalah dalam bidang ilmu agama. Akan tetapi agama adalah suatu sistem
hidup yang mencakup seluruh aspek dan mencerdaskan kehidupan mereka, dan tidak
bertentangan dengan norma-norma segi kehidupan manusia. Setiap ilmu pengetahuan
yang berguna dan dapat mencerdaskan kehidupan mereka dan tidak bertentangan
dengan norma-norma agama, wajib dipelajari. Umat Islam diperintahkan Allah
untuk memakmurkan bumi ini dan menciptakan kehidupan yang baik. Sedang ilmu
pengetahuan adalah sarana untuk mencapai tujuan tersebut. Setiap sarana yang
diperlukan untuk melaksanakan kewajiban adalah wajib pula hukumnya.
2.1.1 PENAFSIRAN KATA-KATA SULIT:
نفر – Nafara : berangkat perang
لولا – Laula :
Kata-kata yang berarti anjuran dan dorongan melakukan sesuatu yang disebutkan
sesudah kata-kata tersebut, apabila itu terjadi dimasa yang akan datang. Tapi
“Laula” juga berarti kecemasan atas meninggalkan perbuatan yang disebutkan
sesudaah kata itu, apabila merupakan hal yang telah lewat. Apabila hal yang
dimaksud merupakan perkara yang mungkin dialami, maka bias saja ”Laula”, itu
berarti perintah mengerjakannya.
الفرقة - Al- Firqah :
kelompok besar
الطائفة – At- Ta’ifah :
kelompok kecil
تفقه – Tafaqqaha :
berusaha keras untuk mendalami dan memmahami suatu perkakara dengan susah payah
untuk memperolehnya.
انذره – Anzarahu :
menakut-nakuti dia.
حذره – Hazirahu :
berhati-hati terhadapnya.
2.1.2. ASBABUNUZUL SURAT AT-ATAUBAH AYAT 122
Ibnu Abu Hatim mengetengahkan sebuah hadis melalui Ikrimah yang
menceritakan, bahwa ketika diturunkan firman-Nya berikut ini, yaitu, "Jika
kalian tidak berangkat untuk berperang, niscaya Allah menyiksa kalian dengan
siksa yang pedih." (Q.S. At-Taubah 39). Tersebutlah pada saat itu ada
orang-orang yang tidak berangkat ke medan perang, mereka berada di daerah badui
(pedalaman) karena sibuk mengajarkan agama kepada kaumnya. Maka orang-orang
munafik memberikan komentarnya, "Sungguh masih ada orang-orang yang
tertinggal di daerah-daerah pedalaman, maka celakalah orang-orang pedalaman
itu." Kemudian turunlah firman-Nya yang menyatakan, "Tidak sepatutnya
bagi orang-orang yang mukmin itu pergi semuanya (ke medan perang)." (Q.S.
At-Taubah 122).
Ibnu Abu Hatim mengetengahkan pula hadis lainnya melalui Abdullah bin
Ubaid bin Umair yang menceritakan, bahwa mengingat keinginan kaum Mukminin yang
sangat besar terhadap masalah jihad, disebutkan bahwa bila Rasulullah saw.
mengirimkan pasukan perang, maka mereka semuanya berangkat. Dan mereka meninggalkan
Nabi saw. di Madinah bersama dengan orang-orang yang lemah. Maka turunlah
firman Allah swt. yang paling atas tadi (yaitu surah At-Taubah ayat 122).
2.2.
AL-MUJADALAH 11
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا قِيلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوا فِي
الْمَجَالِسِ فَافْسَحُوا يَفْسَحِ اللهُ لَكُمْ وَإِذَا قِيلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا
يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ آمَنُوْا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ
دَرَجَاتٍ وَاللهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ [المجادلة/11]
Hai orang-orang beriman apabila
kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah
dalam majlis", Maka lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan
untukmu. dan apabila dikatakan: "Berdirilah kamu", Maka berdirilah,
niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. dan Allah Maha
mengetahui apa yang kamu kerjakan.
2.2.1.
TAFSIR MUFRODAT
تَفَسَّحُوا :Maksudnya adalah توسعوا yaitu saling
meluaskan dan mempersilahkan.
يَفْسَحِ :Maksudnya Allah akan melapangkan
rahmat dan rizki bagi mereka.
فَانْشُزُوا :Maksudnya saling merendahkan hati
untuk memberi kesempatan kepada setiap orang yang datang.
يَرْفَعِ اللهُ الَّذِينَ Allah
akan mengangkat derajat mereka yang telah memuliakan dan memiliki ilmu di
akhirat pada tempat yang khusus sesuai dengan kemuliaan dan ketinggian
derajatnya.
2.2.2. ASBABUN NUZUL
Ayat ini diturunkan pada waktu Rosululloh S.A.W. ingin memuliakan
sahabat ahli perang badar dari pada sahabat muhajirin dan anshor. Ketika
Rosululloh S.A.W. duduk di tempat yang sempit beliau ingin memuliakan sahabat
ahli badar, maka datanglah sahabat ahli badar tersebut saling berdesakan dan
berdiri di hadapan beliau sambil menanti kelapangan majlis (tempat duduk),
Rosululloh memerintahkan sahabat yang bukan ahli badar yang berada disampingnya
untuk berdiri.
2.2.3.
PENJELASAN.
Dari ayat
tersebut dapat diketahui, hal sebagai berikut:
Pertama : Bahwa para sahabat berupaya ingin saling mendekat pada saat
berada di majelis Rasulullah saw, dengan tujuan agar ia dapat mudah mendengar
wejangan dari Rasulullah saw. Yang diyakini bahwa dalam wejangannya itu
terdapat kebaikan yang amat dalam serta keistimewaan yang agung.
Kedua : Bahwa perintah
untuk saling meluangkan dan meluaskan tempat ketika berada di majelis, tidak
saling berdesakan dan berhimpitan dapat dilakukan sepanjang dimungkinkan,
karena cara demikian dapat menimbulkan keakraban diantara sesama orang yang
berada di dalam majelis dan bersama-sama dapat mendengar wejangan Rasulullah
saw.
Ketiga : Bahwa pada setiap orang yang memberikan kemudahan kepada hamba
Allah yang ingin menuju pintu kebaikan dan kedamaian, Allah akan memberikan
keluasan kebaikan di dunia dan akhirat. Singkatnya ayat ini berisi perintah
untuk memberikan kelapangan dalam mendatangkan setiap kebaikan dan memberikan
rasa kebahagiaan kepada setiap orang Islam. Atas dasar inilah Rasulullah saw,
menegaskan bahwa Allah akan selalu menolong hambanya, selama hamba tersebut selalu
menolong sesama saudaranya.
Adapun
arti potongan ayat dibawah ini adalah:
إِذَا قِيْلَ لَكُمْ تَفَسَّخُوْا فِيْ الْمَجَالِسِ فَافْسَخُوْا
Maksudnya
adalah apabila kamu diminta berdiri selama berada di majelis Rasulullah saw,
maka segeralah berdiri, karena Rasulullah saw terkadang mengamati keadaan
setiap individu, sehingga dapat diketahui setiap keadaan orang tersebut, atau
karena Rasulullah saw, ingin menyerahkan suatu tugas khusus yang tidak mungkin
tugas tersebut dapat dikerjakan oleh orang lain. Berhubungan dengan hal yang
demikian, maka bagi orang yang datang terdahulu di majelis tersebut tidak boleh
mempersilahkan orang yang datang belakangan untuk duduk di tempat duduknya.
Imam Malik, Bukhari, Muslim dan Turmudzi meriwayatkan dari Ibnu
Umar bahwa Rasulullah saw, bersabda: La yuqimu al-rajulu min majlisi walakin
tafassakhu wa tawassa’u. Yang artinya: seorang tidak sepantasnya mempersilahkan
tempat duduknya kepada orang lain (yang datang belakangan). Tetapi cukup dengan
memberikan kelapangan dan mempersilahkan lewat.
يَرْفَعِ اللهُ
الَّذِيْنَ أَمَنُوْا مِنْكُمْ، وَالَّذِيْنَ أُتُواالْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
maksudnya adalah bahwa Allah akan mengangkat orang mukmin yang
melaksanakan segala perintahnya dengan memberikan kedudukan yang khusus, baik
dari pahala maupun keadilan-Nya. Singkatnya bahwa setiap orang mukmin
dianjurkanagar memberikan kelapangan kepada sesama kawannyaitu datang
belakangan, atau apabila dianjurkan agar keluar meninggalkan majelis, maka
segera tinggalkanlah tempat itu, dan jangan ada prasangka bahwa perintah
tersebut akan menghilanhkan haknya. Melainkan merupakan kesempatan yang dapat
menambah kedekatan pada Tuhannya, karena Allah tidakakan menyia-nyiakan setiap
perbuatan yang dilakukan hambanya. Melainkan akan diberikan balasan yang
setimpal di dunia dan akhirat.
Sedangkan potongan ayat وَاللهُ بِمَا
تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ maksudnya bahwa Allah mengetahui setiap perbuatan
yang baik dan buruk yang dilakukan hamba-Nya, dan akan membalasnya amal
tersebut. Orang yang baik akan di balas dengan kebaikan. Demikian pula orang
yang berbuat buruk akan dibalas buruk atau diampuni-Nya.4
Ayat tersebut diatas selanjutnya sering digunakan para ahli untuk
mendorong diadakannya kegiatan di bidang ilmu pengetahuan dengan cara menjunjung
tinggi atau mengadakan dan menghadiri majelis ilmu. Orang yang mendapatkan ilmu
itu selanjutnya akan mencapai derajat yang tinggi dari Allah.
2.3.
TAFSIR SURAT AZ-ZUMAR AYAT 9
أَمَّنْ هُوَ
قَانِتٌ آنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآخِرَةَ وَيَرْجُو
رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا
يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ [الزمر/9]
(apakah kamu Hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang
yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut
kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah:
"Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak
mengetahui?" Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran.
2.3.1. TAFSIR MUFRODAT
هُوَ قَانِتٌ : مطيع, خاضع, عابد الله تعالى ( taat, tunduk dan beribadah kepada Allah).
آنَاءَ
اللَّيْلِ : ساعته (waktunya bersujud dan berdiri dan
mengharap rahmat Tuhannya).
2.3.2. MUNASABAH DAN ASBABUN
NUZUL
Firman Allah أَمَّنْ هُوَ قَانِتٌ … ibnu abbas berkata : dalam riwayat ‘atho ayat tersebut
diturunkan pada sahabat abu bakar as-Shidiq. Menurut ibnu ‘umar diturunkan pada
sahabat Usman bin Affan, menurut Muqotil diturunkan pada Amr bin Yasir
2.3.3. PENJELASAN
Ayat ini menerangkan perbedaan antara orang kafir dengan orang yang
selalu taat menjalankan ibadah kepada Allah dan takut dengan siksa Akhirat yang
selalu mengharapkan Rahmat (surga).
Tidak sama antara orang yang mempunyai ilmu pengetahuan dan
mengEsakan Allah, mentaati semua perintah menjauhi larangan-Nya, yaitu Abu
Bakar dan sahabatnya, dengan orang-orang yang tidak mempunyai ilmu pengetahuan
yaitu Abu Jahal dan sahabatnya.
Ayat di atas menunjukkan keutamaan ilmu daripada harta, karena
orang yang mempunyai ilmu mengetahui kemanfaatan harta dan orang yang tidak
berilmu tidak mengetahui kemanfaatan ilmu.
2.4.
SURAT AL-FATIR 27&28
أَلَمْ تَرَ
أَنَّ اللَّهَ أَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً فَأَخْرَجْنَا بِهِ ثَمَرَاتٍ
مُخْتَلِفًا أَلْوَانُهَا وَمِنَ الْجِبَالِ جُدَدٌ بِيضٌ وَحُمْرٌ مُخْتَلِفٌ
أَلْوَانُهَا وَغَرَابِيبُ سُودٌ (27) وَمِنَ النَّاسِ
وَالدَّوَابِّ وَالْأَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهُ كَذَلِكَ إِنَّمَا يَخْشَى
اللهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ إِنَّ اللَّهَ عَزِيزٌ غَفُورٌ (28) [فاطر/27، 28]
27.Tidakkah kamu melihat bahwasanya Allah menurunkan hujan dari
langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka macam
jenisnya. dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang
beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat.
28. Dan demikian (pula) di antara manusia, binatang-binatang melata
dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan jenisnya).
Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya, hanyalah ulama.
Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.
2.4.1. TAFSIR MUFRODAT
أَلَمْ تَرَ: (tidakkah kamu melihat) firman ini ditujukan
kepada Rosululloh dan kepada orang-orang yang berbuat baik kepada Rosululloh.
مُخْتَلِفٌ أَلْوَانُهَا :(yang beraneka macam jenisnya) merupakan
sifat buah-buahan, maksudnya ألوانها yaitu
berjenis-jenis dan berkelompok, sebagian dari alwan itu ada yang putih, merah,
kuning, hijau dan hitam.
مُخْتَلِفٌ :(bermacam-macam) sebagian
dari macam-macam warnanya itu ada merah, hitam, putih, hijau dan kuning.
Imam farro’ bekata : arti مختلف menjadikan
bermacam-macam warna seperti perbedaannya warna buah dan gunung, sesungguhnya
Allah S.W.T. menyebutkan segala sesuatu itu mempunyai perbedaan warna karena
sesungguhnya perbedaan ini sebagai bukti keagungan, keadilan atas kekuasaan
Allah dan bukti atas keindahan ciptaan Allah S.W.T.
الْعُلَمَاءُ : (Ulama) orang-orang yang
mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah,
2.4.2. PENJELASAN.
Dalam firman Allah ini, Allah mengingatkan kepada Rosululloh dan
juga kepada orang yang berbuat baik kepada Rosul ( umata manusia ) bahwa Allah
telah menurunkan hujan dari langit yang dengan hujan itu dapat mengahsilkan
buah-buahan yang beraneka macam jenis dan kelompoknya, juga bermacam-macam
warnanya antara lian putih, merah, kuning, hijau dan hitam. Selain itu Allah
juga menjadikan gunung-gunung yang antara gunung-gunung itu ada garis-garis
putih yang beraneka macam warnanya ada pula yang hitam pekat.
Imam Jauhari mengatakan : hitam pekat artinya warna yang sangat
hitam.
Firman
Allah S.W.T. : dan demikian pula diantara manusia, binatang melata dan ternak
itu bermacam-macam warna dan jenisnya, sesungguhnya Allah menciptakan segala
sesuatu dengan bermacam-macam warna dan berbeda-beda jenisnya, hal ini Allah
ingin menunjukkan bukti sebagai keagungan, keadilan atas kekuasaan dan
keindahan ciptaannya.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Dari surat Ataubah Ayat 122 menerangkan
kelengkapan dari hukum-hukum yang menyangkut perjuangan, yaitu hukum mencari
ilmu dan mendalami agama. Artinya bahwa pendalaman ilmu agama itu merupakan
cara berjuang dengan menggunakan hujjah dan penyampaian bukti-bukti dan juga
merupakan rukun terpenting dalam menyeru kepada iman dan menegakan sendi-sendi
Islam. Karena perjuangan yang menggunakan pedang itu sendiri tidak di
syari’atkan kecuali untuk jadi benteng dan pagar dari da’wah tersebut agar
jangan dipermainkan oleh tangan-tangan ceroboh dari orang-orang kafir dan
munafik
Dari ayat 27
dan 28 Surat Fathir tersebut dapat disimpulkan sebagai berikut:
- Tanda-tanda kekuasaan Allah ialah
diturunkannya hujan, tumbuhlah tumbuh-tumbuhan yang menghasilkan
buah-buahan yang beraneka ragam.
- Demikian juga manusia, binatang-binatang
diciptakan Allah bermacam-macam warna jenisnya sebagai tanda kekuasaanNya.
- Yang benar-benar mengetahui
tanda-tanda kekuasaan Allah dan mentaatinya hanyalah ulama, yaitu
orang-orang yang mengetahui secara mendalam kebesaran Allah. Dia Maha
Perkasa menindak orang-orang kafir, Maha Pengampun kepada hamba-hambanya
yang beriman dan taat.
DARI
SURAT AZ_ZUMAR AYAT 9
1. Perbandingan orang yang beruntung (selalu taat pada Allah dan
mengharapkan rahmat-Nya) dengan orang yang rugi (kafir).
2. Tidak
sama antara orang yang mempunyai ilmu pengetahuan dengan orang bodoh.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad
Al-Musthofa Al-Maroghi, Tafsir Al-Maroghi
An-Nawawi
, Imam Abil Hasan Ali Ibni Ahmad Al-Wahidi, Muroh labid Tafsir
Al-Maroghi, Ahmad Mustofa. 1993. Terjemah Tafsir Al-Maroghi.
Semarang : PT Karya Toha Putra Semarang.