BAB I
PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Belajar
adalah sebuah proses yang terjadi pada manusia dengan berpikir, merasa, dan
bergerak untuk memahami setiap kenyataan yang diinginkannya untuk menghasilkan
sebuah perilaku, pengetahuan, atau teknologi atau apapun yang berupa karya dan
karsa manusia tersebut. Belajar berarti sebuah pembaharuan menuju pengembangan
diri individu agar kehidupannya bisa lebih baik dari sebelumnya. Belajar pula
bisa berarti adaptasi terhadap lingkungan dan interaksi seorang manusia dengan
lingkungan tersebut.
Berpijak
dari pandangan itu Konstruktivisme berkembang. Dasarnya pengetahuan dan
keterampilan siswa diperoleh dari konteks yang terbatas dan sedikit demi
sedikit.
Istilah Gestalt
sukar diterjemahkan kedalam bahasa lain. Dalam bahasa Inggris berarti form,
shape, configuration, whole dan dalam bahasa Indonesia berarti bentuk,
keseluruhan, esensi, totalitaas, hal, peristiwa dan hakikat. Aliran ini pun
merupakan protes terhadap pandangan elementaritis dan metode kerjanya
menganalisi unsur-unsur kejiwaan. Menurut aliran gestalt, yang utama bukanlah
elemen tetapi keseluruhan. Kesadaran dan jiwa manusia tidak mungkin dianalisis
kedalam elemen-elemen. Gejala kejiwaan harus dipelajari sebagai suatu
keseluruhan atau totalitas. Keseluruhan adalah lebih dari sekedar penjumlahan
unsur-unsurnya. Keseluruhan itu lebih dahulu ditanggapi dari bagian-bagiannya,
dan bagian-bagian itu harus memperoleh makna dalam keseluruhan
Psikologi
Gestalt merupakan salah satu aliran psikologi yang mempelajari suatu gejala
sebagai suatu keseluruhan atau totalitas, data-data dalam psikologi Gestalt
disebut sebagai phenomena (gejala). Phenomena adalah data yang paling dasar
dalam Psikologi Gestalt. Dalam hal ini Psikologi Gestalt sependapat dengan
filsafat phenomonologi yang mengatakan bahwa suatu pengalaman harus dilihat
secara netral. Dalam suatu phenomena terdapat dua unsur yaitu obyek dan arti.
Obyek merupakan sesuatu yang dapat dideskripsikan, setelah tertangkap oleh
indera, obyek tersebut menjadi suatu informasi dan sekaligus kita telah
memberikan arti pada obyek itu. Teori ini dibangun oleh tiga orang, Kurt
Koffka, Max Wertheimer dan Wolfgang Köhler. Mereka menyimpulkan bahwa seseorang
cenderung mempersepsikan apa yang terlihat dari lingkungannya sebagai kesatuan
yang utuh.
Sedangkan
Konstruktivisime merupakan proses pembelajaran yang menerangkan bagaimana
pengetahuan disusun dalam minda manusia. Unsur-unsur konstruktivisme telah lama
dipraktikkan dalam kaedah pengajaran dan pembelajaran di peringkat sekolah,
maktab dan universiti tetapi tidak begitu ketara dan tidak ditekankan.Menurut
paham dari aliran konstruktivisme, ilmu pengetahuan sekolah tidak boleh
dipindahkan dari guru kepada siswa/anak didik dalam bentuk yang serba sempurna.
Murid perlu diberi binaan tentang pengetahuan menurut pengalaman masing –
masing.
Untuk membantu murid membina konsep atau pengetahuan
baru, guru harus mengambil kira struktur kognitif yang sedia ada pada mereka.
Apabila istilah baru telah disesuaikan dan diserap untuk dijadikan sebagian
dari pegangan kuat mereka, barulah kerangka baru tentang sesuatu bentuk ilmu
pengetahuan dapat dibina. Hal inilah yang biasa dinamakan dengan
konstruktivisme.
1.2. Rumusan Masalah
1.
Bagaiman aliran-aliran psikologi Gestalt ?
2.
Bagaimana prinsip belajar Gestalt ?
3.
Bagaimana pendapat psikologi gestalt mengenai pendidikan ?
4.
Bagaimana Teori belajat Konstrukivisme ?
5.
Bagaimanakah Implikasi Teori Konstruktivisme di Kelas?
1.3. Tujuan Yang Ingin Dicapai
Tujuan yang
hendak dicapai antara lain ;
1.
Pemakalah
dan pendengar paham dan dapat menerap apa yang telah ada dalam rumusan masalah
(materi yang telah disampaikan),
2.
Semoga
kariyah ilmiah ini dapat menjadi acuaan pemakalah selanjutnya
3.
Semoga
makalah ini dapat menjadi suatu bacaan para maha siswa
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Aliran-Aliran Psikologi Gestalt
Psikologi
Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang berarti menggambarkan konfigurasi atau
bentuk yang utuh. Suatu gestalt dapat berupa objek yang berbeda dari jumlah
bagian-bagiannya. Menurut para gestaltis, pada waktu itu psikologi menjadi
kehilangan identitas jika dianalisis menjadi komponen-komponen atau
bagian-bagian yang telah ada sebelumnya. Setelah psikologi berdiri sendiri,
lambat laun para ahli psikologi mengembangkan sistematika dan metode-metodenya
sendiri yang berbeda satu sama lain. Dengan demikian, timbul apa yang disebut
dengan aliran-aliran dalam psikologi.
Psikologi
gestalt diawali dan dikembangakan melalui tulisan-tulisan tiga tokoh penting,
yaitu Max Wertheimer, Wolfgang Kohler dan Kurt Koffka. Ketiganya dididik dalam
atmosfer intelektual yang menggairahkan pada awal abad 20 di Jerman, dan
ketiganya melarikan diri dari kejaran nazi dan bermigrasi ke Amerika. Sejak
dahulu aliran-aliran itu sangat penting artinya untuk membina semangat para
ahli dalam kompetisi mendapatkan penemuan-penemuan baru dan saling memberikan
kritik dan koreksi terhadap aliran-aliran yang lainnya. Aliran-aliran itu
mengajukan teorinya masing-masing dan banyak diantaranya menjadi dasar dari
teori-teori psikologi modern masa kini. Beberapa aliran yang terkemuka dengan
teorinya Gestalt akan dikemukakan dibawah ini.:
1.
Max
Wertheimer (1880-1943)
Max
Wertheimer adalah tokoh tertua dari tiga serangkai pendiri aliran psikologi
Gestalt. Wertheimer dilahirkan di Praha pada tanggal 15 April 1880. Ia mendapat
gelar Ph.D nya di bawah bimbingan Oswald Kulpe. Wertheimer dianggap
sebagai pendiri teori Gestalt setelah dia melakukan eksperimen dengan
menggunakan alat yang bernama stroboskop, yaitu alat yang berbentuk kotak dan
diberi suatu alat untuk dapat melihat ke dalam kotak itu. Di dalam kotak
terdapat dua buah garis yang satu melintang dan yang satu tegak. Kedua gambar
tersebut diperlihatkan secara bergantian, dimulai dari garis yang melintang
kemudian garis yang tegak, dan diperlihatkan secara terus menerus. Kesan yang
muncul adalah garis tersebut bergerak dari tegak ke melintang. Gerakan ini
merupakan gerakan yang semu karena sesungguhnya garis tersebut tidak bergerak
melainkan dimunculkan secara bergantian.
2.
Wolfgang
Kohler (1887-1967)
Kohler lahir di Reval, Estonia pada tanggal 21 Januari 1887. Kohler
memperoleh gelar Ph.D pada tahun 1908 di bawah bimbingan C. Stumpf di Berlin.
Ia kemudian pergi ke Frankfurt. Saat bertugas sebagai asisten dari F. Schumman,
ia bertemu dengan Wartheimer dan Koffka. Kohler berkarier mulai tahun
1913-1920, ia bekerja sebagai Direktur stasiun “Anthrophoid” dari Akademi
Ilmu-Ilmu Persia di Teneriffe, di mana pernah melakukan penyelidikannya terhadap
inteligensi kera. Hasil kajiannya ditulis dalam buku betajuk The Mentality of
Apes (1925). Eksperimennya adalah : seekor simpanse diletakkan di dalam
sangkar. Pisang digantung di atas sangkar. Di dalam sangkar terdapat beberapa
kotak berlainan jenis. Mula-mula hewan itu melompat-lompat untuk mendapatkan
pisang itu tetapi tidak berhasil. Karena usaha-usaha itu tidak membawa hasil,
simpanse itu berhenti sejenak, seolah-olah memikir cara untuk mendapatkan
pisang itu. Tiba-tiba hewan itu dapat sesuatu ide dan kemudian menyusun
kotak-kotak yang tersedia untuk dijadikan tangga dan memanjatnya untuk mencapai
pisang itu.
3.
Kurt
Koffka (1886-1941)
Koffka lahir di Berlin tanggal 18 Maret 1886. Kariernya dalam
psikologi dimulai sejak dia diberi gelar doktor oleh Universitas Berlin pada
tahun 1908. Pada tahun 1910. Koffka kepada psikologi adalah penyajian yang
sistematis dan pengamalan dari prinsip-prinsip Gestalt dalam rangkaian gejala
psikologi, mulai persepsi, belajar, mengingat, sampai kepada psikologi belajar
dan psikologi sosial. Teori Koffka tentang belajar didasarkan pada anggapan
bahwa belajar dapat diterangkan dengan prinsip-prinsip psikologi Gestalt.
2.2. Prinsip Belajar Gestalt
1.
Periode
Pra solusi
Konsep ini dapat dijelaskan dengan disequillibrium sebagai trial
and error secara kognitif. Menurut gestaltis, organisme menguji sejumlah
hipotesis dengan cara yang paling efektif untuk memecahkan problem. Gestalt
lebih menekankan pada prinsip kognitif trial and error bukan pada behavior
trial and error.
2.
Insightful
learning (belajar berwawasan)
Insightful
learning adalah bagaiman akita memahami masalah, bukan merupakan sebuah ilham
yang datang secara tiba-tiba. Terdapat dua proses dalam insightful learning ini
yakni :
·
Recognize
situation : pemahaman akan situasi dan masalah.
·
Detout
problems : problem solving atau pemecahan masalah.
3.
Transposisi
Belajar terjadi melalui proses transposisi yakni ketika satu
prinsip pemecahan masalah dalam satu situasi diaplikasikan kedalam problem
lain. Menurut behavioris pandangan mereka tentang koneksi S-R pada proses
belajar disebut sebagai absolute theory. Sedangkan
gestalt lebih menekankan perbandingan antara dua stimuli dan pendapatnya
disebut Relational theory.
2.3. Pendapat Psikologi Gestalt Mengenai Pendidikan
Gestalt
berpendapat bahwa problem yang tidak selesai akan menimbulkan ambiguitas atau
ketidakseimbangan organisasional dalam pikiran siswa dan ini adalah kondisi
yang tidak diinginkan.pengertian ambiguitas dapat dilihat sebagai teori gestalt
yang sejajar dengan penguatan kaum behavioris. Akan tetapi, reduksi ambiguitas
dapat dianggap sebagai penguat intrisik, sedangkan behavioris biasanya lebih
menekankan pada penguat eksternal atau ekstrinsik. Brunner dan Holt menganut
gagasan Gestaltian bahwa belajar adalah memuasakan secara personal dan tidak
perlu di dorong-dorong oleh penguatan eksternal. Salah satu tekhnik
pembelajaran yang menggunakan konsep gestalt adalah dengan menggunakan tekhink
ceramah ( lecture ).
·
KONTRIBUSI
Kontribusi penting dari gestalt adalah kritiknya pada pendekatan
molekuler atau atomistik dari behaviorisme S-R. Psikolog Gestalt mengemukakan
bahwa otak secara otomatis mengubah dan menata pengalaman, menambah kualitas
yang tidak ada dalam pengalaman inderawi. Fokusnya pada konsep transposisi dan
insightful learning menjadikan gestalt sebagai perhatian utama dari psikologi
kognitif kontemporer.
·
KRITIK
Sikap aliran behavioristik dianggap terlalu dominan terhadap teori
belajar gestalt itulah mengapa gestalt tidak pernah menduduki posisi pertama
dalam teori belajar.
2.4. Teori
Belajar Konstruktivisme
1.
Pengertian Dan Ruang Lingkup Teori Konstruktivisme
Teori
Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif,
yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme
sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan
kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman.
Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis.
Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:
1. Pelajar aktif
membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
2. Dalam konteks
pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
3. Pentingnya
membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling
mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
4. Unsur terpenting
dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan
cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
5. Ketidakseimbangan
merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila
seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan
pengetahuan ilmiah.
6. Bahan pengajaran
yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk
menarik minat pelajar.
Salah
satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar
konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga
disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori
belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas
dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap
perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu
dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak
berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).
Menurut
Wheatley (1991: 12) berpendapat dengan mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran
dengan teori belajar konstrukltivisme. Pertama, pengetahuan tidak dapat
diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa.
Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui
pengalaman nyata yang dimiliki anak.
Dari
pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak secara
aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu
pengetahuan melalui lingkungannya. Bahkan secara spesifik Hudoyo (1990: 4)
mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar
itu didasari kepada apa yang telah diketahui orang lain. Oleh karena itu, untuk
mempelajari suatu materi yang baru, pengalaman belajar yang lalu
dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar tersebut.
Selain
penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar
konstruktivisme, Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya
dengan pembelajaran, yaitu (1) siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara
mengintegrasikan ide yang mereka miliki, (2) pembelajaran menjadi lebih
bermakna karena siswa mengerti, (3) strategi siswa lebih bernilai, dan (4)
siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan
ilmu pengetahuan dengan temannya.
2.
Tujuan Teori Konstruktivisme di Kelas
Ø Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah
tanggung jawab siswa itu sendiri.
Ø Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan
pertanyaan dan mencari sendiripertanyaannya.
Ø Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan
pemahaman konsep secara lengkap.
Ø Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir
yang mandiri.
Ø Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar
itu.
3.
Ciri-ciri Pembelajaran Konstruktivisme
Ada sejumlah ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat
ditekankan oleh teori konstruktivisme, yaitu:
1.
Menekankan pada proses belajar, bukan proses mengajar
2.
Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajara pada siswa
3.
Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin
dicapai
4.
Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menekan
pada hasil
5.
Mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan
6.
Mengharagai peranan pengalaman kritis dalam belajar
7.
Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa
8.
Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman
siswa
9.
Berdasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip toeri kognitif
10.Banyak menggunakan terminologi kognitif untuk
menjelaskan proses pembelajaran, seperti prediksi, infernsi, kreasi, dan
analisis
11.Menekankan bagaimana siswa belajar
12. Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog
atau diskusi dengan siswa lain dan guru
13.Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif
14.Melibatkan siswa dalam situasi dunia nyata
15.Menekankan pentingnya konteks siswa dalam belajar
16.Memperhatikan keyakinan dan sikap siswa dalam belajar
17. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk
membangun pengetahuan dan pemahaman baru yang didasarkan pada pengalaman nyata.
2.5. Implikasi Teori
Konstruktivisme di Kelas
Berdasarkan
ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme tersebut di atas, berikut ini dipaparka
tentang penerapan di kelas.
1.
Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar
Dengan menghargai gagasa-gagasan atau pemikiran siswa serta
mendorong siswa berpikir mandiri, berarti guru membantu siswa menemukan
identitas intelektual mereka. Para siswa yang merumuskan pertanyaan-pertanyaan
dan kemudian menganalisis serta menjawabnya berarti telah mengembangkan
tanggung jawab terhadap proses belajar mereka sendiri serta menjadi pemecah
masalah (problem solver)
2.
Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan
beberapa waktu kepada siswa untuk merespon.
Berfikir reflektif memerlukan waktu yang cukup dan seringkali atas
dasar gagasan-gagasan dan komentar orang lain. Cara-cara guru mengajukan
pertanyaan dan cara siswa merespon atau menjawabnya akan mendorong siswa mampu
membangun keberhasilan dalam melakukan penyelidikan
3.
Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi.
Guru yang menerapkan proses pembelajaran konstruktivisme akan
menantang para siswa untuk mampu menjangkau hal-hal yang berada di balik
respon-respon faktual yang sederhana. Guru mendorong siswa untuk menghubungkan
dan merangkum konsep-konsep melalui analisis, prediksi, justifikasi, dan
mempertahankan gagasan-gagasan atau pemikirannya
4.
Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau didkusi dengan guru
dan siswa lainnya
Dialog dan diskusi yang merupakan interaksi sosial dalam kelas
yang bersifat intensif sangat membantu siswa untuk mampu mengubah atau
menguatkan gagasan-gagasannya. Jika mereka memiliki kesempatan untuk
megemukakan apa yang mereka pikirkan dan mendengarkan gagasan-gagasan orang
lain, maka mereka akan mampu membangun pengetahuannya sendiri yang didasarkan
atas pemahaman mereka sendiri. Jika mereka merasa aman dan nyaman untuk
mengemukakan gagasannya maka dialog yang sangat bermakna akan terjadi di kelas
5. Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya diskusi.
5. Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya diskusi.
Jika diberi kesempatan untuk membuat berbagai macam prediksi,
seringkali siswa menghasilkan berbagai hipotesis tentang fenomena alam ini.
Guru yang menerapkan konstruktivisme dalam belajar memberikan kesempatan
seluas-luasnya kepada siswa untuk menguji hpotesis yang mereka buat, terutama
melalu diskusi kelompok dan pengalaman nyata
6. Guru memberika data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-materi interaktif
6. Guru memberika data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-materi interaktif
Proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan konstruktivisme
melibatkan para siswa dalam mengamati dan menganalisis fenomena alam dalam
dunia nyata. Kemudian guru membantu para siswa untuk menghasilkan abstraksi
atau pemikiran-pemikiran tentang fenomena-fenomena alam tersebut secara
bersama-sama.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Psikologi Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang berarti
menggambarkan konfigurasi atau bentuk yang utuh. Suatu gestalt dapat berupa
objek yang berbeda dari jumlah bagian-bagiannya. Menurut para gestaltis, pada
waktu itu psikologi menjadi kehilangan identitas jika dianalisis menjadi
komponen-komponen atau bagian-bagian yang telah ada sebelumnya.Setelah
psikologi berdiri sendiri, lambat laun para ahli psikologi mengembangkan
sistematika dan metode-metodenya sendiri yang berbeda satu sama lain. Dengan
demikian, timbul apa yang disebut dengan aliran-aliran dalam
psikologi.Psikologi Gestalt merupakan salah satu aliran psikologi yang
mempelajari suatu gejala sebagai suatu keseluruhan atau totalitas, data-data
dalam psikologi Gestalt disebut sebagai phenomena (gejala).
Persefsi didefinisikan
sebagai proses yang menggabungkan dan mengorganisir data-data indra kita
(pengindraan) untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari
disekeliling kita, termasuk sadar akan diri kita sendiri. Persefsi juga
merupakan kemampuan membeda-bedakan, mengelompokkan, memfokuskan perhatian
terhadap satu objek rangsang. Dalam proses pengelompokkan dan membedakan ini
persepsi melibatkan proses interpretasi berdasarkan pengalaman terhadap satu
peristiwa atau objek.
Sedangkan pendekatan pengajaran dan pembelajaran yang berasaskan
Konstruktivisme akan memberi peluang kepada guru untuk memilih kaidah
pengajaran dan pembelajaran yang sesuai dan murid dapat menentukan sendiri masa
yang diperlukan untuk memperoleh suatu konsep atau pengetahuan. Disamping itu,
guru dapat membuat penilaian sendiri dan menilai kefahamannya tentang sesuatu
bidang pengetahuan dapat ditingskatkan lagi. Selain itu, beban guru sebagai
pengajar akan berkurangan di mana guru lebih bertindak sebagai pemudahcara atau
fasilitator.
Pembelajaran secara Konstruktivisme berdasarkan
beberapa pandangan baru tentang ilmu pengetahuan dan bagaimana boleh diperolehi
ilmu tersebut. Pembentukan pengetahuan baru lahir daripada gabungan
pembelajaran terlebih dahulu. Pembelajaran ini menggalakkan murid mencipta
penyelesaian mereka sendiri dan menguji dengan menggunakan hipotesis-hipotesis
dan idea-idea baru.
Daftar Pustaka
Abdul Rahman Shaleh, 2008, Psikologi Suatu Pengantar Dalam
Persfektif Islam Jakarta: Penerbit Kencana Agus Suyatno, 2004. Psikologi
Umum,. Yogyakarta: Penerbit Bumi Aksara
Ahmad Fauzi, 2008 , Pisikologi Umum. Bandung : Penerbit
Pustaka Setia
Akyyas Azhari, 2003, Psikologi Umum dan Perkembangan. Bandung: Penerbit Mizan Publika
Akyyas Azhari, 2003, Psikologi Umum dan Perkembangan. Bandung: Penerbit Mizan Publika
Alex Sobur, 2003, Psikologi Umum. Bandung: Penerbit Pustaka
Setia
Brennan, James F. 2006. Sejarah dan Sistem Psikologi. Jakarta: Penerbit PT.Raja Grafindo Persada
Brennan, James F. 2006. Sejarah dan Sistem Psikologi. Jakarta: Penerbit PT.Raja Grafindo Persada
Sarwono, S. 2009. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta:
Penerbit Rajawali Press
Tidak ada komentar:
Posting Komentar