Senin, 30 Desember 2013

PSIKOLOGI GESTATL DAN KONSTUKTURALISME


BAB I


PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Belajar adalah sebuah proses yang terjadi pada manusia dengan berpikir, merasa, dan bergerak untuk memahami setiap kenyataan yang diinginkannya untuk menghasilkan sebuah perilaku, pengetahuan, atau teknologi atau apapun yang berupa karya dan karsa manusia tersebut. Belajar berarti sebuah pembaharuan menuju pengembangan diri individu agar kehidupannya bisa lebih baik dari sebelumnya. Belajar pula bisa berarti adaptasi terhadap lingkungan dan interaksi seorang manusia dengan lingkungan tersebut.
Berpijak dari pandangan itu Konstruktivisme berkembang. Dasarnya pengetahuan dan keterampilan siswa diperoleh dari konteks yang terbatas dan sedikit demi sedikit.
Istilah Gestalt sukar diterjemahkan kedalam bahasa lain. Dalam bahasa Inggris berarti form, shape, configuration, whole dan dalam bahasa Indonesia berarti bentuk, keseluruhan, esensi, totalitaas, hal, peristiwa dan hakikat. Aliran ini pun merupakan protes terhadap pandangan elementaritis dan metode kerjanya menganalisi unsur-unsur kejiwaan. Menurut aliran gestalt, yang utama bukanlah elemen tetapi keseluruhan. Kesadaran dan jiwa manusia tidak mungkin dianalisis kedalam elemen-elemen. Gejala kejiwaan harus dipelajari sebagai suatu keseluruhan atau totalitas. Keseluruhan adalah lebih dari sekedar penjumlahan unsur-unsurnya. Keseluruhan itu lebih dahulu ditanggapi dari bagian-bagiannya, dan bagian-bagian itu harus memperoleh makna dalam keseluruhan
Psikologi Gestalt merupakan salah satu aliran psikologi yang mempelajari suatu gejala sebagai suatu keseluruhan atau totalitas, data-data dalam psikologi Gestalt disebut sebagai phenomena (gejala). Phenomena adalah data yang paling dasar dalam Psikologi Gestalt. Dalam hal ini Psikologi Gestalt sependapat dengan filsafat phenomonologi yang mengatakan bahwa suatu pengalaman harus dilihat secara netral. Dalam suatu phenomena terdapat dua unsur yaitu obyek dan arti. Obyek merupakan sesuatu yang dapat dideskripsikan, setelah tertangkap oleh indera, obyek tersebut menjadi suatu informasi dan sekaligus kita telah memberikan arti pada obyek itu. Teori ini dibangun oleh tiga orang, Kurt Koffka, Max Wertheimer dan Wolfgang Köhler. Mereka menyimpulkan bahwa seseorang cenderung mempersepsikan apa yang terlihat dari lingkungannya sebagai kesatuan yang utuh. 
Sedangkan Konstruktivisime merupakan proses pembelajaran yang menerangkan bagaimana pengetahuan disusun dalam minda manusia. Unsur-unsur konstruktivisme telah lama dipraktikkan dalam kaedah pengajaran dan pembelajaran di peringkat sekolah, maktab dan universiti tetapi tidak begitu ketara dan tidak ditekankan.Menurut paham dari aliran konstruktivisme, ilmu pengetahuan sekolah tidak boleh dipindahkan dari guru kepada siswa/anak didik dalam bentuk yang serba sempurna. Murid perlu diberi binaan tentang pengetahuan menurut pengalaman masing – masing.
Untuk membantu murid membina konsep atau pengetahuan baru, guru harus mengambil kira struktur kognitif yang sedia ada pada mereka. Apabila istilah baru telah disesuaikan dan diserap untuk dijadikan sebagian dari pegangan kuat mereka, barulah kerangka baru tentang sesuatu bentuk ilmu pengetahuan dapat dibina. Hal inilah yang biasa dinamakan dengan konstruktivisme.
1.2. Rumusan Masalah
1.      Bagaiman aliran-aliran psikologi Gestalt ?
2.      Bagaimana prinsip belajar Gestalt ?
3.      Bagaimana pendapat psikologi gestalt mengenai pendidikan ?
4.      Bagaimana Teori belajat Konstrukivisme ?
5.       Bagaimanakah Implikasi Teori Konstruktivisme di Kelas?
1.3. Tujuan Yang Ingin Dicapai
Tujuan yang hendak dicapai antara lain ;
1.      Pemakalah dan pendengar paham dan dapat menerap apa yang telah ada dalam rumusan masalah (materi yang telah disampaikan),
2.      Semoga kariyah ilmiah ini dapat menjadi acuaan pemakalah selanjutnya
3.      Semoga makalah ini dapat menjadi suatu bacaan para maha siswa
BAB II


PEMBAHASAN
2.1. Aliran-Aliran Psikologi Gestalt
Psikologi Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang berarti menggambarkan konfigurasi atau bentuk yang utuh. Suatu gestalt dapat berupa objek yang berbeda dari jumlah bagian-bagiannya. Menurut para gestaltis, pada waktu itu psikologi menjadi kehilangan identitas jika dianalisis menjadi komponen-komponen atau bagian-bagian yang telah ada sebelumnya. Setelah psikologi berdiri sendiri, lambat laun para ahli psikologi mengembangkan sistematika dan metode-metodenya sendiri yang berbeda satu sama lain. Dengan demikian, timbul apa yang disebut dengan aliran-aliran dalam psikologi.
Psikologi gestalt diawali dan dikembangakan melalui tulisan-tulisan tiga tokoh penting, yaitu Max Wertheimer, Wolfgang Kohler dan Kurt Koffka. Ketiganya dididik dalam atmosfer intelektual yang menggairahkan pada awal abad 20 di Jerman, dan ketiganya melarikan diri dari kejaran nazi dan bermigrasi ke Amerika. Sejak dahulu aliran-aliran itu sangat penting artinya untuk membina semangat para ahli dalam kompetisi mendapatkan penemuan-penemuan baru dan saling memberikan kritik dan koreksi terhadap aliran-aliran yang lainnya. Aliran-aliran itu mengajukan teorinya masing-masing dan banyak diantaranya menjadi dasar dari teori-teori psikologi modern masa kini. Beberapa aliran yang terkemuka dengan teorinya Gestalt akan dikemukakan dibawah ini.:
1.      Max Wertheimer (1880-1943)
Max Wertheimer adalah tokoh tertua dari tiga serangkai pendiri aliran psikologi Gestalt. Wertheimer dilahirkan di Praha pada tanggal 15 April 1880. Ia mendapat gelar Ph.D nya di bawah bimbingan Oswald Kulpe. Wertheimer dianggap sebagai pendiri teori Gestalt setelah dia melakukan eksperimen dengan menggunakan alat yang bernama stroboskop, yaitu alat yang berbentuk kotak dan diberi suatu alat untuk dapat melihat ke dalam kotak itu. Di dalam kotak terdapat dua buah garis yang satu melintang dan yang satu tegak. Kedua gambar tersebut diperlihatkan secara bergantian, dimulai dari garis yang melintang kemudian garis yang tegak, dan diperlihatkan secara terus menerus. Kesan yang muncul adalah garis tersebut bergerak dari tegak ke melintang. Gerakan ini merupakan gerakan yang semu karena sesungguhnya garis tersebut tidak bergerak melainkan dimunculkan secara bergantian. 
2.      Wolfgang Kohler (1887-1967)
Kohler lahir di Reval, Estonia pada tanggal 21 Januari 1887. Kohler memperoleh gelar Ph.D pada tahun 1908 di bawah bimbingan C. Stumpf di Berlin. Ia kemudian pergi ke Frankfurt. Saat bertugas sebagai asisten dari F. Schumman, ia bertemu dengan Wartheimer dan Koffka. Kohler berkarier mulai tahun 1913-1920, ia bekerja sebagai Direktur stasiun “Anthrophoid” dari Akademi Ilmu-Ilmu Persia di Teneriffe, di mana pernah melakukan penyelidikannya terhadap inteligensi kera. Hasil kajiannya ditulis dalam buku betajuk The Mentality of Apes (1925). Eksperimennya adalah : seekor simpanse diletakkan di dalam sangkar. Pisang digantung di atas sangkar. Di dalam sangkar terdapat beberapa kotak berlainan jenis. Mula-mula hewan itu melompat-lompat untuk mendapatkan pisang itu tetapi tidak berhasil. Karena usaha-usaha itu tidak membawa hasil, simpanse itu berhenti sejenak, seolah-olah memikir cara untuk mendapatkan pisang itu. Tiba-tiba hewan itu dapat sesuatu ide dan kemudian menyusun kotak-kotak yang tersedia untuk dijadikan tangga dan memanjatnya untuk mencapai pisang itu. 
3.      Kurt Koffka (1886-1941)
Koffka lahir di Berlin tanggal 18 Maret 1886. Kariernya dalam psikologi dimulai sejak dia diberi gelar doktor oleh Universitas Berlin pada tahun 1908. Pada tahun 1910. Koffka kepada psikologi adalah penyajian yang sistematis dan pengamalan dari prinsip-prinsip Gestalt dalam rangkaian gejala psikologi, mulai persepsi, belajar, mengingat, sampai kepada psikologi belajar dan psikologi sosial. Teori Koffka tentang belajar didasarkan pada anggapan bahwa belajar dapat diterangkan dengan prinsip-prinsip psikologi Gestalt.
2.2. Prinsip Belajar Gestalt
1.      Periode Pra solusi
Konsep ini dapat dijelaskan dengan disequillibrium sebagai trial and error secara kognitif. Menurut gestaltis, organisme menguji sejumlah hipotesis dengan cara yang paling efektif untuk memecahkan problem. Gestalt lebih menekankan pada prinsip kognitif trial and error bukan pada behavior trial and error.
2.      Insightful learning (belajar berwawasan)
Insightful learning adalah bagaiman akita memahami masalah, bukan merupakan sebuah ilham yang datang secara tiba-tiba. Terdapat dua proses dalam insightful learning ini yakni :
·         Recognize situation : pemahaman akan situasi dan masalah.
·         Detout problems : problem solving atau pemecahan masalah.
3.      Transposisi
Belajar terjadi melalui proses transposisi yakni ketika satu prinsip pemecahan masalah dalam satu situasi diaplikasikan kedalam problem lain. Menurut behavioris pandangan mereka tentang koneksi S-R pada proses belajar disebut sebagai absolute theory. Sedangkan gestalt lebih menekankan perbandingan antara dua stimuli dan pendapatnya disebut Relational theory.
2.3. Pendapat Psikologi Gestalt Mengenai Pendidikan
Gestalt berpendapat bahwa problem yang tidak selesai akan menimbulkan ambiguitas atau ketidakseimbangan organisasional dalam pikiran siswa dan ini adalah kondisi yang tidak diinginkan.pengertian ambiguitas dapat dilihat sebagai teori gestalt yang sejajar dengan penguatan kaum behavioris. Akan tetapi, reduksi ambiguitas dapat dianggap sebagai penguat intrisik, sedangkan behavioris biasanya lebih menekankan pada penguat eksternal atau ekstrinsik. Brunner dan Holt menganut gagasan Gestaltian bahwa belajar adalah memuasakan secara personal dan tidak perlu di dorong-dorong oleh penguatan eksternal. Salah satu tekhnik pembelajaran yang menggunakan konsep gestalt adalah dengan menggunakan tekhink ceramah ( lecture ).
·         KONTRIBUSI
Kontribusi penting dari gestalt adalah kritiknya pada pendekatan molekuler atau atomistik dari behaviorisme S-R. Psikolog Gestalt mengemukakan bahwa otak secara otomatis mengubah dan menata pengalaman, menambah kualitas yang tidak ada dalam pengalaman inderawi. Fokusnya pada konsep transposisi dan insightful learning menjadikan gestalt sebagai perhatian utama dari psikologi kognitif kontemporer.
·         KRITIK
Sikap aliran behavioristik dianggap terlalu dominan terhadap teori belajar gestalt itulah mengapa gestalt tidak pernah menduduki posisi pertama dalam teori belajar.
2.4. Teori Belajar Konstruktivisme
1.    Pengertian Dan Ruang Lingkup Teori Konstruktivisme
Teori Konstruktivisme didefinisikan sebagai pembelajaran yang bersifat generatif, yaitu tindakan mencipta sesuatu makna dari apa yang dipelajari. Konstruktivisme sebenarnya bukan merupakan gagasan yang baru, apa yang dilalui dalam kehidupan kita selama ini merupakan himpunan dan pembinaan pengalaman demi pengalaman. Ini menyebabkan seseorang mempunyai pengetahuan dan menjadi lebih dinamis. Pendekatan konstruktivisme mempunyai beberapa konsep umum seperti:
1.      Pelajar aktif membina pengetahuan berasaskan pengalaman yang sudah ada.
2.      Dalam konteks pembelajaran, pelajar seharusnya membina sendiri pengetahuan mereka.
3.      Pentingnya membina pengetahuan secara aktif oleh pelajar sendiri melalui proses saling mempengaruhi antara pembelajaran terdahulu dengan pembelajaran terbaru.
4.      Unsur terpenting dalam teori ini ialah seseorang membina pengetahuan dirinya secara aktif dengan cara membandingkan informasi baru dengan pemahamannya yang sudah ada.
5.      Ketidakseimbangan merupakan faktor motivasi pembelajaran yang utama. Faktor ini berlaku apabila seorang pelajar menyadari gagasan-gagasannya tidak konsisten atau sesuai dengan pengetahuan ilmiah.
6.      Bahan pengajaran yang disediakan perlu mempunyai perkaitan dengan pengalaman pelajar untuk menarik minat pelajar.
Salah satu teori atau pandangan yang sangat terkenal berkaitan dengan teori belajar konstruktivisme adalah teori perkembangan mental Piaget. Teori ini biasa juga disebut teori perkembangan intelektual atau teori perkembangan kognitif. Teori belajar tersebut berkenaan dengan kesiapan anak untuk belajar, yang dikemas dalam tahap perkembangan intelektual dari lahir hingga dewasa. Setiap tahap perkembangan intelektual yang dimaksud dilengkapi dengan ciri-ciri tertentu dalam mengkonstruksi ilmu pengetahuan. Misalnya, pada tahap sensori motor anak berpikir melalui gerakan atau perbuatan (Ruseffendi, 1988: 132).
Menurut Wheatley (1991: 12) berpendapat dengan mengajukan dua prinsip utama dalam pembelajaran dengan teori belajar konstrukltivisme. Pertama, pengetahuan tidak dapat diperoleh secara pasif, tetapi secara aktif oleh struktur kognitif siswa. Kedua, fungsi kognisi bersifat adaptif dan membantu pengorganisasian melalui pengalaman nyata yang dimiliki anak.
Dari pengertian di atas menekankan bagaimana pentingnya keterlibatan anak secara aktif dalam proses pengaitan sejumlah gagasan dan pengkonstruksian ilmu pengetahuan melalui lingkungannya. Bahkan secara spesifik Hudoyo (1990: 4) mengatakan bahwa seseorang akan lebih mudah mempelajari sesuatu bila belajar itu didasari kepada apa yang telah diketahui orang lain. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu materi yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi terjadinya proses belajar tersebut.
Selain penekanan dan tahap-tahap tertentu yang perlu diperhatikan dalam teori belajar konstruktivisme, Hanbury (1996: 3) mengemukakan sejumlah aspek dalam kaitannya dengan pembelajaran, yaitu (1) siswa mengkonstruksi pengetahuan dengan cara mengintegrasikan ide yang mereka miliki, (2) pembelajaran menjadi lebih bermakna karena siswa mengerti, (3) strategi siswa lebih bernilai, dan (4) siswa mempunyai kesempatan untuk berdiskusi dan saling bertukar pengalaman dan ilmu pengetahuan dengan temannya.
2.    Tujuan Teori Konstruktivisme di Kelas
Ø Adanya motivasi untuk siswa bahwa belajar adalah tanggung jawab siswa itu sendiri.
Ø Mengembangkan kemampuan siswa untuk mengejukan pertanyaan dan mencari sendiripertanyaannya.
Ø Membantu siswa untuk mengembangkan pengertian dan pemahaman konsep secara lengkap.
Ø Mengembangkan kemampuan siswa untuk menjadi pemikir yang mandiri.
Ø Lebih menekankan pada proses belajar bagaimana belajar itu.
3.    Ciri-ciri Pembelajaran Konstruktivisme
 Ada sejumlah ciri-ciri proses pembelajaran yang sangat ditekankan oleh teori konstruktivisme, yaitu:
1.    Menekankan pada proses belajar, bukan proses mengajar
2.    Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajara pada siswa
3.    Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin dicapai
4.    Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menekan pada hasil
5.    Mendorong siswa untuk melakukan penyelidikan
6.    Mengharagai peranan pengalaman kritis dalam belajar
7.    Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu secara alami pada siswa
8.    Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa
9.    Berdasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip toeri kognitif
10.Banyak menggunakan terminologi kognitif untuk menjelaskan proses pembelajaran, seperti prediksi, infernsi, kreasi, dan analisis
11.Menekankan bagaimana siswa belajar
12.      Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau diskusi dengan siswa lain dan guru
13.Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif
14.Melibatkan siswa dalam situasi dunia nyata
15.Menekankan pentingnya konteks siswa dalam belajar
16.Memperhatikan keyakinan dan sikap siswa dalam belajar
17.        Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan dan pemahaman baru yang didasarkan pada pengalaman nyata.
2.5. Implikasi Teori Konstruktivisme di Kelas
       Berdasarkan ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme tersebut di atas, berikut ini dipaparka tentang penerapan di kelas.
1.      Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar
Dengan menghargai gagasa-gagasan atau pemikiran siswa serta mendorong siswa berpikir mandiri, berarti guru membantu siswa menemukan identitas intelektual mereka. Para siswa yang merumuskan pertanyaan-pertanyaan dan kemudian menganalisis serta menjawabnya berarti telah mengembangkan tanggung jawab terhadap proses belajar mereka sendiri serta menjadi pemecah masalah (problem solver)
2.      Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa waktu kepada siswa untuk merespon.
Berfikir reflektif memerlukan waktu yang cukup dan seringkali atas dasar gagasan-gagasan dan komentar orang lain. Cara-cara guru mengajukan pertanyaan dan cara siswa merespon atau menjawabnya akan mendorong siswa mampu membangun keberhasilan dalam melakukan penyelidikan
3.      Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi.
Guru yang menerapkan proses pembelajaran konstruktivisme akan menantang para siswa untuk mampu menjangkau hal-hal yang berada di balik respon-respon faktual yang sederhana. Guru mendorong siswa untuk menghubungkan dan merangkum konsep-konsep melalui analisis, prediksi, justifikasi, dan mempertahankan gagasan-gagasan atau pemikirannya
4.      Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau didkusi dengan guru dan siswa lainnya
Dialog dan diskusi yang merupakan interaksi sosial dalam kelas yang bersifat intensif sangat membantu siswa untuk mampu mengubah atau menguatkan gagasan-gagasannya. Jika mereka memiliki kesempatan untuk megemukakan apa yang mereka pikirkan dan mendengarkan gagasan-gagasan orang lain, maka mereka akan mampu membangun pengetahuannya sendiri yang didasarkan atas pemahaman mereka sendiri. Jika mereka merasa aman dan nyaman untuk mengemukakan gagasannya maka dialog yang sangat bermakna akan terjadi di kelas
5. Siswa terlibat dalam pengalaman yang menantang dan mendorong terjadinya diskusi.
Jika diberi kesempatan untuk membuat berbagai macam prediksi, seringkali siswa menghasilkan berbagai hipotesis tentang fenomena alam ini. Guru yang menerapkan konstruktivisme dalam belajar memberikan kesempatan seluas-luasnya kepada siswa untuk menguji hpotesis yang mereka buat, terutama melalu diskusi kelompok dan pengalaman nyata
6. Guru memberika data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-materi interaktif
Proses pembelajaran yang menerapkan pendekatan konstruktivisme melibatkan para siswa dalam mengamati dan menganalisis fenomena alam dalam dunia nyata. Kemudian guru membantu para siswa untuk menghasilkan abstraksi atau pemikiran-pemikiran tentang fenomena-fenomena alam tersebut secara bersama-sama.
BAB III


PENUTUP
3.1.   Kesimpulan
       Psikologi Gestalt berasal dari bahasa Jerman yang berarti menggambarkan konfigurasi atau bentuk yang utuh. Suatu gestalt dapat berupa objek yang berbeda dari jumlah bagian-bagiannya. Menurut para gestaltis, pada waktu itu psikologi menjadi kehilangan identitas jika dianalisis menjadi komponen-komponen atau bagian-bagian yang telah ada sebelumnya.Setelah psikologi berdiri sendiri, lambat laun para ahli psikologi mengembangkan sistematika dan metode-metodenya sendiri yang berbeda satu sama lain. Dengan demikian, timbul apa yang disebut dengan aliran-aliran dalam psikologi.Psikologi Gestalt merupakan salah satu aliran psikologi yang mempelajari suatu gejala sebagai suatu keseluruhan atau totalitas, data-data dalam psikologi Gestalt disebut sebagai phenomena (gejala).
       Persefsi didefinisikan sebagai proses yang menggabungkan dan mengorganisir data-data indra kita (pengindraan) untuk dikembangkan sedemikian rupa sehingga kita dapat menyadari disekeliling kita, termasuk sadar akan diri kita sendiri. Persefsi juga merupakan kemampuan membeda-bedakan, mengelompokkan, memfokuskan perhatian terhadap satu objek rangsang. Dalam proses pengelompokkan dan membedakan ini persepsi melibatkan proses interpretasi berdasarkan pengalaman terhadap satu peristiwa atau objek.
            Sedangkan pendekatan pengajaran dan pembelajaran yang berasaskan Konstruktivisme akan memberi peluang kepada guru untuk memilih kaidah pengajaran dan pembelajaran yang sesuai dan murid dapat menentukan sendiri masa yang diperlukan untuk memperoleh suatu konsep atau pengetahuan. Disamping itu, guru dapat membuat penilaian sendiri dan menilai kefahamannya tentang sesuatu bidang pengetahuan dapat ditingskatkan lagi. Selain itu, beban guru sebagai pengajar akan berkurangan di mana guru lebih bertindak sebagai pemudahcara atau fasilitator.
Pembelajaran secara Konstruktivisme berdasarkan beberapa pandangan baru tentang ilmu pengetahuan dan bagaimana boleh diperolehi ilmu tersebut. Pembentukan pengetahuan baru lahir daripada gabungan pembelajaran terlebih dahulu. Pembelajaran ini menggalakkan murid mencipta penyelesaian mereka sendiri dan menguji dengan menggunakan hipotesis-hipotesis dan idea-idea baru.
Daftar Pustaka
Abdul Rahman Shaleh, 2008, Psikologi Suatu Pengantar Dalam Persfektif Islam Jakarta: Penerbit Kencana Agus Suyatno, 2004. Psikologi Umum,. Yogyakarta: Penerbit Bumi Aksara 
Ahmad Fauzi, 2008 , Pisikologi Umum. Bandung : Penerbit Pustaka Setia
Akyyas Azhari, 2003, Psikologi Umum dan Perkembangan. Bandung: Penerbit Mizan Publika
Alex Sobur, 2003, Psikologi Umum. Bandung: Penerbit Pustaka Setia
Brennan, James F. 2006. Sejarah dan Sistem Psikologi. Jakarta: Penerbit PT.Raja Grafindo Persada
Sarwono, S. 2009. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Penerbit Rajawali Press



Tidak ada komentar:

Posting Komentar