Sabtu, 16 Maret 2013

HIKMAH POLIGAMI RASULALLAH SAW



HIKMAH POLIGAMI RASULALLAH SAW
            Banyak sekali hikmah yang dapat kita petik dari perkawinan Rasulallah dengan beberapa orang istri itu, dilihat dari berbagai sisinya antar lain :
1.      Dari segi pendidikan
2.      Dari segi hukum
3.      Dari segi sosial
4.      Dari segi politik
            Berikut ini secara garis  besar akan kita bicarakan satu persatu secara singkat  hikmah-hikmah yang terkandung didalam poligami Rasulallah SAW  :
1.      HIKMAH PERKAWINAN NABI DIPANDANG DARI SUDUT PENDIDIKAN
            Tujuan utama poligami Rasulallah SAW, adalah untuk memberikan beberapa pengajaran kepada perempuan tentang masalah-masalah hukum agama, dimana perempuan adalah bagian dari masyarakat  yang juga dikenakan beban agama sebagimana halnya laki-laki.
            Banyak sekali perempuan yang malu bertanya kepada Rasulallah SAW, (secara langsung) perihal maslah-masalh agama, terutama yang berkenaan dengan perempuan sendiri, seperti masalh haidh,  nifas, janabat, dan urusan-urusan kerumahtanggaan, DLL. Setiap mereka hendak mengajukan pertanyaan-pertanyaan hal-hal tersebut kepada Rasulallah. Perasaan malunya  itu lebih menonjol, sementara Rasulallah SAW sendiri adalah pemalu, terutama dalam berhadapan dengan  gadis-gadis, sehingga tidakmungkin Rasulallah menjawab blak-blakan setiap pertanyaan yang diajukan kepadanya perihal kasus-kasus perempuan. Maka  mungkin beliau akan menjawab dengan bahasa sindiran (kinayah)  yang besar kemungkinannya perempuan-perempuan tidak paham apa yang dimaksud.
            ‘Aisyah ra meriawayatkan : Artinya  : “Bahwa seorang perempuan Anshar bertanya kepada Rasulallah SAW, tentang cara mandi sesudah haidh, lalu Rasulallah mengajarnya bagaiman cara mandi itu, yaitu ia bersabdda : ‘ Ambilah sepotong kapas lalu bersucilah engkau dengannya.” Perempuan itu bertanya lagi , : Bagaimana aku bisa bersuci dengan sepotong kapas itu ? Rasulallah SAW  menjawab : “bersucilah dengan sepotong kapas itu.” Perempuan itu tetap bertanya lagi, : Ya Rasulallah : Bagaimana dengan sepotong kapas aku bisa bersuci ? Rasulallah bersabdda : “ Subhanallah ![1] Bersucilah dengan sepotong kapas itu.
            Melihat dialog itu, ‘Aisyah RA, kemudian menarik tangan perempuan tersebut, sambil dibisikan : Letakan kapas itu ditempat itu……..Oleskan pada tempat-tempat darah.
            Disini  ‘Aisyah secara tegas mengajarkan cara membersihkan darah haidh itu kepad perempuan tersebut, dengan menyuruh  meletakn kapas tersebut pada tempat yang dimaksud.
            Bagaiman malunya Rasulallah SAW, untuk berkata terang-terangan  dalam kasus seperti ini, sementara  jarang ada perempuan yang bisa  menguasai perasaan dan malunya, lalu dengan terang-terangan pula akan bertanya kepada Rasulallah SAW. Perihal yang menyangkut dirinya. Dalam hal ini dapat kita ambil sebuah contoh hadits Ummu Salamh yang diriwayatkan oleh Bukhori dan Muslim, sebagaiman mengatakn :
            Artinya : “Ummu Sulaimistri Abu Thalhah datang ketempat Rasulallah SAW, untuk bertanya : Ya Rasulallah  ! sebenarnya Allah tidak malu untuk menyatakan yang benar. Apakah seorang perempuan diwajibkan mandi apabilah bermimpi (besetubuh)??? Nabi SAW menjawab : “Ya kalau dia melihat air”. Ummu Sulamah berkata : Perampuan itu telah membuka ‘aib, sesungguhnya aneh, apakah apakah perempuan juga bermimpi ? Kemudian Nabi SAW menjawabnya : “bagamana anak bisa serupa dengan perempuan(ibunya).
            Maksudnya, karena anak itu lahir karena air (sperma) dan juga karena (telur) ibu. Justru itu, kadang-kadnag anak serupa dengan ibunya.
Hal man sesuai dengan Fiman Allah SWT :
            Artinya : “sesungguhnya kami telah menjadiakan manusia itu dari nutfah (sperma) yang bercampur, kami hendak mengujinya (dengan perintah dan larangan), maka kami jadiakannya dia itu mendengar dan mwlihat.(QS. Ad-Dahr : 2)
            Demikian sekedar contoh pertanyaan yang sungguh berat  (untuk dipertanyakan dan dijawab secara terus terang), yang kemudian sebagai jawabannya dioper oleh istri-istrinya. Oleh karena itu ‘Aisyah mengatakan :semoga Allah memberi rahamat kepada perempuan-perempuan Anshar yang rasa malunya itu tidak menghalanginya untuk memperdalam masalah agama.
            Pernah juga perempuan datang ketempat ‘Aisyah diwaktu malam untuk menanyakan beberapa masalah agma seperti hukum tentang haidh,nifas, janbat, DLL. Lalu istri-istri Nabi SAW itu mengajar beberpa jawaban  serta menerangkan bagaman cara perempuan- perempun itu mendalami agama (sedang istri –istri Nabi adalah sebaik-sebaiknya guru perempuan ).                
        
2.      HIKMAH PERKAWINAN NABI DILIHAT DARI SEGI HUKUM.  
            Berikut ini akan dibicarakan hikmah perkawinan Nabi SAW, dengan beberpa orang istri dilihat dari segi hukum. Hikmah ini tampak jelas sekali, yang cukup dapat diketahui dengan cara sederhana, yaitu dalm rangka pembatalan sebagi tradisi Jahiliyah yang mungkar itu,. Disini akan kami bahas sebuah contoh, misalnya tentang kasus adopsi yang biasa dilakukan bangsa Arab sebelum Islam secara turun-temurun. Mereka biasa mengadopsi seorang anak yamg lahir bukan dari sulbihnya sendiri, lalu dijadikan sebagi anak betul-betul yang tak ubahnya dengan anak yang lahir dari sulbihnya sendiri dengan segalah hukumnya, baik tentnag waris, talak ,perkawinan, mahram, dinikahi dan sebagainya. Dan yang demikian itu sudah menjadi agama (baca/ aturan) yang secar tradisional diikuti turun-temurun.
            Kalau ada seseorang mengadopsi anak orang lain, maka ia berkata kepada anak yang diadopsi itu “Engkau adalah anakku, aku bisa mewarisimu dan engkau bisa mewarisiku” Islam tidak akan membiarkan kebatilan ini , dan tidak akan membiarkan ummat terhuyumg-huyung dalam kegelapan jahiliyah.maka sbagai langkah pertama, Rasulalah mempunyai inspirasi unutk mengssopsi seorang anak yang terjadi sebelum beliau diangakat sebagai Nabi yaitu ia mengadopsi Zaid bin Haristsah, sesuai tradisi bangsa Arab sebelum Islam.
            Adapun sebabnya ia mengadopsi itu ada suatu kisah yang sangat baik sekali serta ada suatu hikmah yang indah, sebagiman dituturkan oleh ahli tafsir dan tareh. Namun barang kali tidak pada tempatnya untuk kami ketengahkan disini, menginagat tempat yang sangat sempit. Sesuda Zaid ini diadopsi, semua orang memanggil Zaid bin Muhammad.begitulah sebagiman diriwayatkan oeleh Bukhori dan Muslim, dari Abdullah bin Umar ra. :
Artinya : ”Bahwa Zaid bin Haritssah maulla Rasulallah SAW itu bias kami panggil Zaid bin Muhammad, hingga  turun ayat : “Panggilalah mereka dengan  (dinisbatkan) kepada bapak-bapak mereka, yang demikain itu lebih jujur dalam pandangan Allah”. Kemudian sesudah itu Rasulalalh SAW menyatakan : “Engkau adalah Zaid bin Haritssah bin syurahbil.
            Zaid ini kemudian dikawinkan dengan anaka pamannya yaitu Zainab bin Jahsyi Al-Asadiyah, dan sempat hidup berumah tangga beberpa waktu. Namun hubungan suami Istri ini tidak bisa berlangsung lebih lama, sehingga selalu menjadi pergunjingan, ada yang mengatakan karena Zainab lebih mulia daripada Zaid, kare Zaid adalah bekas Hamba, sedang Zainab keturunan ornag-orang terhormat.
            Kemudian, demi suatu hikamh yang dikehendaki Allah, Zainab akahirnyanya dicerai. Lalu ALlh menyuruh Rasul-Nya  untuk mengawininya, dengan motivasi demi membatalkan tradisi adopsi itu. Dan menegakan prinsip-prinsip Islam dengan menumbangkan tiang-tiang Jahiliyah. Akan tetapi Rasulallah SAW takut menjadi cemoohan orang-orang munafik dan kaum kufar lainnya. Pasti merka akan mengatakan : “Muhammad kawin dengan bekas istri anaknya”. Inilah yang menyebabkan Nabi MUhammad SAW agak terlambat mengawini Zainab itu. Hngga turun ayat yang cukup keras mencelah sikap Muhammad itu, yaitu firman Allah :
            Artinya : “Untuk melaksanakan perintah Allah itu engkau takut manusia, pada hal sbenarnya Allah lah yang lebih patut engkau takuti. Maka setelah Zaid menyampaikan hajatnya (yaiutu mencerai Zainab),kawin kawinkan engkau denganya, supaya tidak menjadi beban dosa bagi oarang-orang mukmin dakm hal mengawini istri –istri anak-anak angkatnya aapabilah anak-anak angkatnya itu telah menyampaikan maksudnya (yaitu mencerai) dan urusan Allah itu (harus) bejaln. (QS. Al-Ahzab : 37)
            Dengan demikian, maka selesailah hukum adopsi Jahiliyah dan berakhirlah tradisi yang trun-temurun dizaman Jahiliya itu yang merupakan agam tradisional yang tidak terbatas.                        
3.    HIKMAH PERKAWINAN NABI SAW DILIHAT DARI SEGI SOSIAL
            Adapun hikmah ketiga, yaitu hikmah perkawinan Nabi Dilihat dari segi sosial, adalah tampk dengan jelas dalam perkawinanya denga ‘Aisyah anak putri Abu Bakar As-Siddiq pembantunya yang pertama, kemudian perkawinan dengan Hafshah putri  Umar al-Faruq pembantuhnya yang kedua, kemudian pertalianya dengan suku Qurasyi dalmpertalian semenda dan nasab serta perkawinannya dengan beberapa perempuan lain, yang semuanya itu dapat menjalin antara kabilah-kabilah itu sekaligus dapat menjadiakan hati bisa bertemu dan bersatu disekelilingnya dan disekeliling dakwanya dengan penuh keamanan, kebesaran dan kehormatan.
            Rasulallah SAW kawin dengan ‘Aisyah putri seorang yang paling dicintainya dan orang yang paling mendapat kedudukan terhormat disampingnya, yaitu Abu Baksr As-Siddiq, orang yang pertama-tama masuk Islam dan mengerbankan jiwa,  raga dan hartanya demi kepentingan Islam dan membelah Rasulnya srta memikul segala beban penderitaan karena Islam sehingga ia perna disnjung Rasulallah SAW denga sabdanya :
Artinya :’Tidak seorangpun ditempat kamu ini yang mempunyai tangan melainkan kami cukupi dia itu tangannya. Orang itu tiada lain adalah Abu Bakar. Dia ditempat kami mempunyai tangan yang bakal dicukupi oleh Allah kelak di hair kiamat. Tidak ada satupun hart yang bermanfaat bagiku selain harta Abu Bakar. Tidak seorangpun yang kusodori agama Islam melainkan ia pasti Ragu-ragu (atau menolak) kecuaili Abu Bakar dia tidak bimbang.karena itu kalau aku hendak mengambil seorang kholil (kekasih), niscaya aku akan mengambil Abu Bakar sebagai kholilku, ketahuilah bahwa kaweanmu ini (Muhammad) adalah kholilullah (kekasih Allah).HR.Tirmidzi
            Rasulallah SAW tidak mendapatkan balasn dari Abu Bakar diduni ini yang lebih besar, selai balasan berupa kesediaan Abu Bakar untuk mengawinkan putrinya dengan Nabi SAW yang justru dengan itu maka Nabi bisa menjadi sejuk, hubungan antara Nabi denga Abu BAjar bisa begitu akarab melabihi persahabatan biasa.
            Begitu juga perkawinannya dengan Khafsahah binti Umar yang cukup dapat menyejukan mata Umar terhadap Islamnya, kejujuranya, keikhlasanya dan kestiaannya berkorban demi kepentingan agama ini, sehingga Umar menjadi seorang phlawan Islam yang dengannya Allah mengakat derajat Islamdan kaum muslimin serta mercu suar agama. Kerena itu hubungannya dengan Nabi SAW dengan jalan perkawinan itu adalah merupakan balasan dan bantuan yang benar bagi Nabi dlam perjuangan menegakan Islam. Rasulallah SAW sendiri dalam memberikan penghargaan kepada Abu Bakar dan Umar adalah sama.juga perkawinannya dengan kedua putri tersebut merupakan penghargaan kepda kedua shababtnya itu, bahkan merupakan sumbangan yang cukup besar yang barangkali merupakan pengharagaan yang paling tinggi. Betapakah tingginya siaasat Nabi ? Betapakah besarnya kesetiaan Nabi terhadap orang-orang yang setia, ikhlas. ? .
            Hal mana ia juga lakukan pada Umar, Usman Bin Affan, yaitu dengan mengawinkan kedua anak putirnya kepadanya, juga kepada Ali.
            Mereka berempat (Abu BAkar, Umar , Usman,Ali) adalah shabat-shabat besar dan kholifahnya yang menyebar luaskan agamanya, serta melanjutkan dakwa beliau. Betapa tinggi  Hikmahnya dan betapa mulia idenya ?.                   
4.     HIKMAH PERKAWINAN NABI DILIHAT DARI SEGI POLITIK
              Nabi SAW kawin dengan sebagian perempuan, adalah dengan motif untuk melunakan hati manusi a serta mempersatukan beberapa kabilah. Sebagaiman dimaklumi, bahwa setiap orang jika kawin dari suatu kabilah atau suat keluraga, mak antara dia dengan kabilah dan keluarga itu akanmenjadi suatu kerabat yang pada gilirannya aknmendorong mereka mengadakn pembelaan dan perlindungan. Berikut ini kan kami bawahkan beberapa contoh agar hikmah yang dimaksud diatas menjadi semakin jelas, yang justru disitu lah yang ditujuh Rasulallah SAW dibalik perkawinannya itu.
              Pertama : perkawinan Nabi SAW. Dengan Juwairiyah binti Harits anak penghulu Bani Mushtaliq. Juwairiyah ini pernah ditawan bersma kaumnya oleh pasukan Islam. Ketika ditawan, dia bermaksud hendak menebus dirinya, lau Rasulallah SAW, datang dengan memberi sedikit bantuan berupa harta. Ketiak itu Rasulallh SAW menawarkan bantuan tersebut dan sekaligus bermaksud untuk mengawininya. Tawaran itu diterima oleh Juwairiyah, lalu iapun dikawin oleh Rasulallh. Ketika itu kaum muslimin bertanya-tanya : Apakah istri dan mertua  Rasulallah SAW berada dibawah tangan kami ? Begitulah lalu kaum muslimin yangmenawannya memerdekakan  semua tawanan,. Bani Mushtaliq mengetahui hal yang sangat  mulia dan tinggi itu, mereka kemudian  menyatakan masuk Islam dan menjadikan mereka kaum muslimin.
              Disini perkawinan Rasulallah SAW itu membawa berkah bagi Juwairiyah sendiri, bagi kaumnya, dan bagi keluraganya, karena dengan perkawinannya itu menyebabkan keislaman mereka dan kebebasan mereka (dari tawanan). Dan Juwairiyah sendiri asalh perempuan yang membawah anugerah bagi kaumnya[2].
              Kedua,perkawinan Nabi SAW dengan Shafiyah binti Huyay bin Akhthab yang tertawan sesudah terbunuhnya suaminya waktu perang Khabar, dan Shafiyah sendiri jatuh ketangan kaum muslimin.lalu beberpa orang pemuka berkata : Ini adalh penghulu Bani Quraidhah yang  kiranya hanya layak untuk Rasulallh SAW.. Lalu mereka menawarkan hal tersebut kepada Rasulallah SAW, kemudian Shafiyah diundang dan disuruh memilih antar dua kemungkinan :
a.       Dia dimerdekakan dan dikawin oleh Rasulallah SAW
b.      Kendaraanyan dilepas kemudian dia akan bisa bertemu dengan kelurganya.
              Tetapi Shofiyah justru memilih untuk dimerdekakan danmenjadi istri Rasulallah SAW. Pilihannya itu, setelah dia tahu akan ketinggian kekuasaan dan kebesaan serta kebaikan sikapnya. Shofiyah kemudian masuk Islam, yang diikuti oleh beberapa orang dari kalngan kaumnya.
              Diriwayatkan, bahwa pada suatu ketika Shafiyah masuk ketempat  Rasulallah SAW, lalu beliau berkata kepadanya: Ayahmu adalh termasuk Yahudi  yang paling memusuhi aku, sehingga Allh membunuhnya. maka Shafiyah menjawab : “Ya Rasulallh ! sesungguhnya Allah, telah berfirman dalam kitab sucinya : “bahwa seseorang tidak menanggung dosa orang lain.”[3]  
              Setelah itu Rasulallah bersbda pilihlah ! jika engkau memilih Islam, mak engkau akan tetap kutahan untuk diriku (engkau ku kawin),tetapi jika engkau memilih Yahudi, mungkin engkau akan ku merdekakan lalu engkau boleh pulang menenmuhi keluargamu.
              Shafiyah menjawa : “ Ya Rasulallah ! Saya cenderung pada Islam dan aku percaya akan kerasullanmu., sebelum engkau memanggilku untuk naik kekendaraanmu. Saya tidak lagi berhasyrat ke Yahudi, sebab disanpun saya tidak mempunyai ayah dan saudara. Lalu sekarang engkau telah memberiku pilihan kufur atau Islam. Sesungguhnya  Allah dan Rasul-Nya lebih ku cintai daripada kebebasan  dan daripada ku kembali kekaumku.
              Begitulah lalu dia ditahan oleh Rasulallah SAW untuk dijadikan istri.
              Ketiga, perkawinan Rasulallah SAW dengan Ummu Habibah nam asslinya Ramlah binti Abu Sufyan yang ketika itu ayahnya (Abu Sufyan) pembawa bendera syirik dan termasuk orang yang paling keras dalam memusuhi Rasulallah SAW, Si anak (Ummu Habibah) masuk Islam di Makkah dan turut Hjrah bersama Suaminya ke Habasyah, demi menyelamatkan agamanya. Disan suaminya meninggal dunia, mak dia hidup sebatang kara, tidak ada yang membantu dan mengibanya[4].
              Melihat keadaannya yang demikian itu, lalu Rasulallah SAW, mengirim utusan ketempat raja Habsyi (An-Najasyi) untuk mengawinkan Ummu Habibah denganya. Setelah berita itu disampaikan oleh Najasyi ke Ummu Habibah, mak iapun menjadi girang luar biasa, yang hanya Allah yang mengetahui kabar kegirangannya itu. Mengpa ? karena, kalau dia kembali ketempat ayahnya atau keluarganya yang lain, pasti dia akan dipaksa untuk murtad,atau mungkin akan disiksa dengan pedih. Ketika itu dia diberi mas kawin sebanyak 400 dinar[5]              dan beberapa hadiah berharga lainnya. Selanjutnya ia dikawin oleh rasulallah SAW,setelah kembali ke Mdinah.
              Setelah berita perkawinan itu sampai kepada Abu Sufyan, iapun membenarkan perkawinan itu, bahkan ia berkat  : “ Dia  adalh jantan yang hidungnya tidak pernah ditarik.”
              Abu Sufyan bangga sekali dengan perkawinan anaknya itu, dan tidak mendustakan kedermawanan Nabi SAW,  begitulah sampai Allah memberinya petunjuk masuk Islam..
              Dari sini jelas sekali hikamh perkawinan Nabi SAW dengan putri Abu Sufyan itu, yang dengan sebab perkawinan itu sedikit banyak mengurangi permusuhan Abu Sufyan terhadap Nabi SAW khususnya dan kaum muslimin umumnya. Dan kedua akhirnya menjadi kerabat, padahal waktu itu Abu Sufyan adalh satu-satunya  warga Bani Umayyah yang paling keras memusuhi dan menentang Rasulallah SAW, paling banyak memusuhi beliau dan kaum muslimin. Maka dengan perkawinan itu adalh merupakan sebab lunaknya hati Abu Sufyanpribadi, kaumnya dan seluruh keluarganya, disamping Nabi SAW sendiri dengan perkawinan itu beraati suatu penghormatan  bagi Ummu Habibah atas imannya, karena dai kelur kampungnya dengan lari sambil membawa agamanya..
              Betapakah tingginya siasat Nabi SAW dan betapa pula agungngnya hikmahnya.
              Semoga tulisan ini bermafaat untuk semuanya, Aminnnnnnnnnnnn  
              BY : AL - HABIBBI
               


[1] Subhanallah adalah kalimat yang diucapkan untuk menunjukkan tanda keheranan
[2] Lihat Tafsir Ayat Ahkam dan Rahiqul Makhtum 
[3] QS. An-Najm : 38
[4] Lihat Rahiqul Makhtum
[5] Dfalm riwayat Daraquthni disebut bahwa Nabi memberi maskawin 4.000 dirham.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar