Perang Di Bulan-Bulan Haram
Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas
Mata
Kuliah :Tafsir Ayat
Al-Ahkam
Dosen
Pengampu:
H.M.Nur Faizin,Lc.M,Ag
Oleh ;
Al-habibi
JURUSAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT KEISLAMAN ABDULLAH FAQIH
SUCI MANYAR GRESIK
FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT KEISLAMAN ABDULLAH FAQIH
SUCI MANYAR GRESIK
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah, tuhan semesta alam yang memberi kenikmatan tiada tara dan tanpa
henti, terutama untuk nikmatnya terbesar yaitu nikmat iman dan islam. Shalawat dan salam semoga tercurahkan kepada Nabi besar Shallalahu
Alaihi wa Sallam.
Syukur Alhamdulillah kami masih diberi kesempatan untuk dapat menyelesaikan
dan menghadirkan makalah kami
Selanjutnya, dalam makalah ini akan dijelaskan mengenai
tentang perang di bulan-bulan haram.
Dengan gambaran singkat mengenai pembahasan dalam makalah ini, maka di
harapkan dapat menambah, sehingga mempermudah kita untuk
memahami serta mempelajarinya.
Kami memahami bahwa dalam makalah ini masih banyak ditemui kekurangan dan
banyak hal yang harus diperbaiki. Maka dari itu, kami mengharapkan adanya saran
dan kritik yang bersifat membangun agar dapat menjadi bahan evaluasi kami dalam
menyusun makalah sehingga dikemudian hari dapat tercipta makalah yang lebih
baik lagi.
PERANG DI BULAN-BULAN HARAM
يَسْأَلُونَكَ
عَنِ الشَّهْرِ الْحَرَامِ قِتَالٍ فِيهِ. قُلْ قتِاَلٌ فِيْهِ كَبِير ُُوَصَدٌّ
عَن سَبِيلِ اللهِ وَكُفْرٌ بِهِ وَالْمَسْجِدِ الْحَرَامِ وَإِخْرَاجُ أَهْلِهِ
مِنْهُ أُكْبَرُ عِندُ اللهِ وَالْفِتْنَةُ أَكْبَرُ مِنَ الْقَتْلِ وَلاَ
يَزَالُونَ يُقَاتِلُونَكُمْ حَتَّى يَرُدُّوكُمْ عَنْ دِينِكُمْ إِنِ
اسْتَطَاعُوا وَمَن يَرْتَدِدْ مِنكُمْ عَنْ دِينِهِ فَيَمُتْ وَهُوَ كَافِرُُ
فَأُوْلَئِكَ أَصْحَابُ النَّارِ هُمْ فِيهَا خَالِدُونَ {217} إِنَّ الَّذِينَ
ءَامَنُوا وَالَّذِينَ هَاجَرُوا وَجَاهَدُوا فِي سَبِيلِ اللهِ أُوْلاَئِكَ
يَرْجُونَ رَحْمَتَ اللهِ وَاللهُ غَفُورُُ رَّحِيمُُ {218}
Kandungan Hukum:
1.
Tentang Perang Dalam Bulan-Bulan
Haram
Ayat
tersebut menunjukkan haramnya berperang dalam bulan haram,para ahli tafsir
berbeda pendapat, apakah masih tetap haram atau telah di nasakh?
Menurut
Atha’,ayat ini tidak di nasakh dan dia bersumpah atas pernyataan ini,
sebagaimana di katakan Ibnu Jarir. Atha’ telah bersumpah kepadaku dengan nama
Allah,bahwa tidak boleh berperang di tanah haram dan (juga) tidak boleh di
bulan-bulan Haram, kecuali untuk mempertahankan diri.
Jumhur
berpendapat,bahwa ayat tersebut (QS.2:216) telah di nasakh oleh ayat dalam
surat bara’ah “maka bunuhlah orang-orang musyrik itu dimanapun kamu temukan
mereka itu”.(QS.9:5) dan firman-Nya “dan perangilah kaum musyrikin itu
semuanya sebagaimana mereka memerangi kamu semuanya”.(QS.9:36). Sa’id bin
musyyap pernah ditanya: bolehkah kaum muslimin memerangi orang-orang kafir
dalam bulan haram? Ia menjawab: Boleh.
Alasan
jumhur: bahwa Nabi saw. Pernah memerangi kaum hawazin di hunanin dan kaum
tsaqif di tha’if, juga pernah mengirim (pasukan) Abu Amir ke Authas, untuk
memerangi orang-orang musyrik di sana, dalam bulan-bulan haram, kalau
seandainya perang di bulan-bulan haram itu memang di larang tentu Nabi saw.
Tidak akan melakukannya.
Ibnul
Arabi berkata: yang benar, ayat ini adalah sanggahan terhadap kaum musyrikin
yang membesar-besarkan peristiwa perang di bulan haram, lalu Allah SWT
berfirman “katakanlah! Berperang dalam bulan itu adalah dosa besar, tetapi
menghalangi (manusia) dari jalan Allah, kafir kepada allah, (menghalangi masuk)
Masjidil Haram dan mengusir penduduknya dari sekitarnya, lebih besar (dosanya)
di sisi Allah”.(QS. 2:27), yakni
jika kamu, hai kaum musyrik,berbuat hal-hal seperti itu dalam bulan
haram, maka pasti kami akan membalasmu dalam bulan itu juga.
2.
Apakah murtad itu membatalkan
amal dan menghilangkan kebaikan-kebaikan yang pernah di lakukan seseorang?
firmanAllah
“barang siapa yang murtad di antara kamu dari agamanya,lalu dia mati dalam
kekafiran, maka mereka itu adalah orang-orang yang sia-sia amalnya”.(QS.
2:217) itu, menunjukkan bahwa kemurtadan membatalkan amal dan menghilangkan
pahala amal-amal sholeh.
Ulama’
masih berbeda pendapat (juga)tentang, apakah orang-orang yang murtad itu batal
amalnya sebab kemurtadannya itu sendiri, atau karena matinya dalam kekufuran?
Imam
malik dan Abu Hanifah berpendapat, bahwa amalnya menjadi batal, semata-mata
karena kemurtadannya itu sendiri.
Sedang
menurut As-Syafi’i,amalnya tidak batal, kecuali kalau ia ternyata mati dalam
kekufuran (sampai mati belum tobat).
As-Syafi’i
beralasan dengan firman Allah ”lalu ia mati dalam kekufuran”(QS. 2:217),
di sini (muqayyad) dengan ”mari dalam kekufuran”, kemudian jika ia masuk
islam lagi maka tidak terkena ketentuan hukum, baik yang berkenaan dengan
batalnya amal maupun kekekalanm dalam neraka (yakni kembali menjadi muslim
tanpa tanggungan resiko amalnya yang lalu).
Sedang
Malik dan Abu Hanifah berpegang dengan firman
Allah” sungguh jika engkau menyekutukan allah, niscaya benar-benar
hapuslah amalmu”.(QS. 39:65) dan firman-Nya ”barang siapa kufur
sesudah beriman, maka benar-benar hapuslah amalnya” (QS. 5:5),ayat-ayat ini menunujukkan bahwa
‘kekufuran” (kemurtadan) itu membatalkan amal tanpa ada ikatan (qayyid) “mati
dalam kekufuran”.
Perbedaan
pendapat tentang masalah ini berkembang kepada masalah, bagaimana seorang
muslim yang telah melaksanakan ibadah haji, kemudian dia murtad, lalu masuk
islam lagi?
Imam
Malik dan Abu Hanifah berpendapat,wajib mengulang ibadah hajinya, sebab
kemurtadannya telah membatalkan amalnya.
Sedang
As-Syafi’i mengatakan, tidak harus mengulang hajinya, sebab hajinya itu telah
lalu, sedang kemurtadannya tidak bisa membatalkan amal kecuali mati dalam
kekufuran.
Ibnul
Arabi berkata dalam tafsirnya- Ahkamul Qur’an: para ulama’ dari kalangan
(madzhab) kami ber pegang pada firman
Allah ”sungguh jika engkau menyekutukan allah, niscaya benar-benar hapuslah
amalmu”. Dan mereka berkata: ayat
ini ditujukan kepada Nabi saw., sedang yang di maksud yaitu umatnya,sebab
mustahil Nabi saw, murtad , Allah (dalam ayat lain) menyebutkan ”kematian
dalam kekufuran” sebagai syarat (batalnya amal) adalah untuk
menggantungkannya dengan kekekalan dalam neraka sebagai balasan atas orang yang
kafir secara penuh, yang menyebabkan kekal
dalam neraka, dan (dalam ayat lain Allah menyebutkan) siapa yang musyrik
batal lah amalnya, maka kedua ayat ini, masing-masing mempunyai pengertian yang berbeda dan hukum yang berlainan.
Aku
(ash-Shabuni) berpendapat, bahwa melihat dzahir nash-nash al-Qur’an
mengisyaratkan bahwa “riddah”(kemurtadan) membatalkan amal secara mutlak, maka
dengan demikian, pendapat golongan Malikiyyah dan Hanafiyah yang lebih kuat.
Wallahu a’lam.
Kesimpulan:
a. Bahwa perang adalah perbuatan yang tidak di sukai oleh jiwa manusia, tetapi
ia merupakan jalan memenangkan kebenaran dan mengagungkan agama.
b. Bahwa tidak patut orang mukmin mundur dalam medan juang (jihad), karena
dengan jihadlah kemenangan akan di peroleh atau mati sebagai syahid.
c. Bahwa menghalang-halangi (tersebarnya) agama allah dan kufur terhadap
ayat-ayat Allah adalah lebih besar dosanya dari pada berperang dalam
bulan-bulan haram.
d. Bahwa tujuan kaum musyrikin
memerangi kaum muslimin adalah untuk mengembalikan mereka dalam
kekufuran dengan segala cara dan wasilahnya.
e. Murtad dari islam menghapuskan amal dan menjadi sebab kekalnya seseorang
dalam neraka jahannam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar