Kamis, 06 Desember 2012

HUKUM BANGKAI, DARAH DAN BEJANA



BAB II
PEMBAHASAN
A.     Hukum Bangkai dan Darah

وَعَنْ اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - - أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ, فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ: فَالْجَرَادُ وَالْحُوتُ, وَأَمَّا الدَّمَانُ: فَالْكَبِدُ والطِّحَال - أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ, وَابْنُ مَاجَهْ, وَفِيهِ ضَعْفٌ

Artinya : Dari Ibnu Umar r.a., beliau berkata, Rasulullah SAW bersabda : “Dihalalkan bagi kita dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai itu adalah belalang dan ikan dan dua darah adalah hati dan limpa. (Dikeluarkan oleh Ahmad dan Ibnu Majah. Dan dalam sanadnya ada kelemahan.)

Makna secara umum
Allah mengharamkan bangkai secara nash dalam al-quran yang jelas. Dan Allah mengecualikan sesuatu darinya melalui lisan Rasulullah Saw al-amin. Maka Allah membolehkan bagi kita memakan Bangkai laut dan bangkai belalang, dan Allah SWT membolehkan bagi kita hati dan limpa.

Fiqih Hadits
1.      Keharaman memakan bangkai dan dikecualikan darinya bangkai belalang dan ikan , maka halal memakan keduanya. Di dalamnya terdapat beberapa perincian ,imam syafi’i dan abu hanifah mengatakan bangkai belalang halal ditemukan dalam keadaan apapun baik mati karna terjepit hidungnya atau sebab dibunuh manusia. Sedangkan imam Ahmad dan imam Malik mengatakan tidak halal kecuali yang matinya sebab manusia semisal diputus sebagian tubuhnya, atau menyakitinya, atau membakarnya hidup-hidup,  atau memanggangnya, maka apabila mati  terjepit hidungnya atau (mati sendiri) dalam sebuah wadah maka hukum memakannya haram. Sedangkan ikan, maka halal memakannya baik yang matinya sebab manusia atau ikan itu keluar dari air (melompat).Hal ini adalah madzhab jumhur ulama. Dan menurut mereka ikan yang mati mengambang hukumnya haram. Sedangkan menurut imam Syafi’i tetap halal.
2.      Keharaman memakan darah dan dikecualikan darinya hati dan limpa maka halal memakan keduanya.

Ibnu Mulaqqan mengatakan :

“Hadits ini diriwayat oleh para imam ; Syafi’i, Ahmad dalam musnad keduanya, Ibnu Majah, Darulquthni dan Baihaqi dalam sunan mereka dari riwayat Abdurrahman bin al-Zaid bin Aslam dari Bapaknya dari Ibnu Umar secara marfu’. Darulquthni dan Baihaqi mengatakan, hadits ini juga telah diriwayat oleh Sulaiman bin Bilal dari Zaid bin Aslam dari Abdullah bin Umar, sesungguhnya beliau berkata : “Dihalalkan bagi kita dua bangkai dan dua darah…” al-hadits. Selanjut Darulquthni dan Baihaqi mengatakan ini lebih sahih, yakni orang yang mengatakan “Dihalalkan bagi kita dua bangkai dan dua darah…” adalah Ibnu Umar, karena riwayat pertama, yaitu riwayat yang marfu’ adalah sangat dha’if, karena Abdurrahman bin Zaid bin Aslam adalah dha’if dengan kesepakatan para hafizh dan telah didha’ifkan juga oleh Imam Ahmad dan Ali bin al-Madiny.”

Penjelasan hadits ini menurut al-Manawy sebagai berikut :

1.      Penghalalan dua bangkai dan dua darah hanya berlaku untuk syari’at Muhammad, tidak untuk syari’at umat lain
2.      Bangkai menurut fuqaha adalah binatang yang hilang hidupnya tanpa disembelih secara syara’
3.      Yang dimaksud dengan ikan di sini adalah hewan laut yang halal memakannya, meskipun tidak dinamakan dengan ikan dan tidak berbentuk ikan sama sekali.
4.      Pengkhususan dengan dua bangkai dan dua darah di atas tidak menunjukkan yang halal hanya dua bangkai dan dua darah saja, karena mafhum laqab tidak dapat menjadi hujjah.


Hadits lain mengenai hukum makan hewan laut adalah hadits riwayat Abu Hurairah, berbunyi :

قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - فِي اَلْبَحْرِ: - هُوَ اَلطُّهُورُ مَاؤُهُ, اَلْحِلُّ مَيْتَتُهُ - أَخْرَجَهُ اَلْأَرْبَعَةُ, وَابْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَاللَّفْظُ لَهُ, وُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ وَاَلتِّرْمِذِيُّ ورواه مالك والشافعي واحمد

Artinya : Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah SAW bersabda tentang laut, "Airnya menyucikan dan halal bangkainya."(Dikeluarkan oleh imam yang empat, lbnu Abi Syaibah dan ini adalah lafazh miliknya dan oleh Ibnu Khuzaimah dan at Tirmidzi. Juga diriwayat oleh Malik, asy-Syafi'i dan Ahmad)
Menurut keterangan Imam Nawawi, hadits ini shahih. Masih dalam kitab yang sama, Imam al-Nawawi mengutip keterangan Qadhi Abu Thaib dan lainnya, mengatakan bahwa telah terjadi perbedan pendapat mengenai hukum makan hewan laut yang tidak berbentuk ikan pada umumnya dalam tiga pendapat, yaitu :
1.      Pendapat yang lebih shahih di sisi sahabat Syafi’i, yaitu halal semuanya. Ini merupakan pendapat yang disebut oleh Syafi’i dalam al-Um, Mukhtashar al-Muzni dan Ikhtilaf al-Iraqiyun. Alasannya, nama ikan mencakup semua hewan dalam laut. Allah SWT berfirman :

حل لكم صيد البحر وطعامه

Artinya : Dihalalkan bagimu perburuan laut dan makanannya (Q.S. al-Baqarah : 96)
Ibnu Abbas dan lainnya berkata : “Perburuan laut adalah hewan yang diburu, sedang makanannya adalah sesuatu yang dimuntahnya (makanan yang berasal dari laut)”. Alasan yang lain adalah berdasarkan sabda Rasululullah SAW : “Air laut itu menyucikan serta halal bangkainya.”

2.      Haram, ini merupakan mazhab Abu Hanifah
3.      Hewan laut yang dimakan semisal dengannya di darat seperti lembu, kambing dan lainnya adalah halal. Sedangkan hewan laut yang tidak dimakan semisal dengannya di darat seperti babi laut dan anjing laut, adalah haram.

B.     Menggunakan Bejana Orang Musyrik atau Ahli Kitab

-وَعَنْ أَبِي ثَعْلَبَةَ الْخُشَنِيِّ - رضي الله عنه - قَالَ: - قُلْتُ: يَا رَسُولَ الْلَّهِ، إِنَّا بِأَرْضِ قَوْمٍ أَهْلِ كِتَابٍ، أَفَنَأْكُلُ فِي آنِيَتِهِمْ؟ قَالَ: "لَا تَأْكُلُوا فِيهَا، إِلَّا أَنْ لَا تَجِدُوا غَيْرَهَا، فَاغْسِلُوهَا، وَكُلُوا فِيهَا" - مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ

Artinya : Dari Abu Tsa’labah al-Khusyani r.a. beliau berkata : Aku mengatakan : “Ya Rasulullah, sesungguhnya kami tinggak di tengah-tengah ahli kitab, bolehkah kami makan dengan menggunakan bejana mereka ?” Beliau bersabda : “Janganlah makan dengannya kecuali jika tidak ada yang lainnya, maka basuhlah dan makan dalamnya.” (Muttafaqun ‘alaihi)

Makna Secara Umum
Hukum syara’ melarang kita untuk makan dan minum dalam wadah orang yahudi dan nasrani. Karna mungkin saja terdapat najis di wadah tersebut menurut kebiasaan mereka, karna mereka tidak memeperdulikan perkara suci dan najis. Namun apabila dalam keadaan terpaksa maka syara’ membolehkan bagi kita untuk menggunakan wadah orang yahudi atau nasrani tersebut setelah membasuhnya dengan air supaya kita tahu kalau kita benar-benar menyucikannya.

Fiqih Hadits
1.      Kebolehan menggunakan wadah ahli kitab setelah membasuhnya.
2.      Larangan dalam hadits tersebut menunjukkan kemakruhan karna menganggap kotor wadah-wadah mereka sebab mereka sering memakai barang-barang najis.

-وَعَنْ عِمْرَانَ بْنِ حُصَيْنٍ رَضِيَ الْلَّهُ عَنْهُمَا؛ - أَنَّ النَّبِيَّ - صلى الله عليه وسلم - وَأَصْحَابَهُ تَوَضَّئُوا مِنْ مَزَادَةِ اِمْرَأَةٍ مُشْرِكَةٍ. - مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ، فِي حَدِيثٍ طَوِيلٍ
Artinya : Dari Imran bin Hushain r.a., sesungguhnya Nabi SAW dan para sahabatnya berwudhu’ dari bejana milik seorang perempuan musyrik (Muttafaqun ‘alaihi dalam hadits yang panjang)

Makna Secara Umum
Hadits ini adalah potongan dari hadits yang panjang. Lafadznya “Sesungguhnya Rasulullah SAW mengutus sayyidina ali RA dan sahabat lain yang bersamanya di tengah-tengah perjalanan beliau, dan mereka kehabisan air, maka Rasulullah SAW berkata pergilah kalian berdua untuk mencari air, maka mereka berdua berangkat dan bertemu perempuan diantara tempat perbekalan air diatas unta miliknya, mereka bertanya dimanakah terdapat air? Perempuan itu menjawab “ kemarin saya menemukan air, Mereka berdua berkata, pergilah kepada Rosulullah sekarang, kemudian rosulullah berkata dan mengajak dengan sebuah wadah dan menuangkan di dalamnya dari mulut dua tempat perbekalan tersebut dan orang-orang diundang,siramilah (dirimu) dan ambillah air (darinya) ,maka mereka menyiram (dirinya) dan mengambil air (darinya)

Fiqih Hadits
1.      Sucinya wadah orang musyrik
2.      Dibagh (sama’) mampu mensucikan kulit bangkai, maka tempat perbekalan air (mazadataini) itu dari kulit hewan sembelihan Orang-orang Musyrik. Sedangkan sesembelihan mereka di hukumi najis
3.      Kemurahan agama islam






Tidak ada komentar:

Posting Komentar