BAB II
PEMBAHASAN
A.
Hukum Bangkai dan
Darah
وَعَنْ
اِبْنِ عُمَرَ رَضِيَ اَللَّهُ عَنْهُمَا قَالَ: قَالَ رَسُولُ اَللَّهِ - صلى
الله عليه وسلم - - أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ, فَأَمَّا
الْمَيْتَتَانِ: فَالْجَرَادُ وَالْحُوتُ, وَأَمَّا الدَّمَانُ: فَالْكَبِدُ
والطِّحَال - أَخْرَجَهُ أَحْمَدُ, وَابْنُ مَاجَهْ, وَفِيهِ ضَعْفٌ
Artinya : Dari Ibnu Umar r.a., beliau berkata, Rasulullah SAW
bersabda : “Dihalalkan bagi kita dua bangkai dan dua darah. Adapun dua bangkai
itu adalah belalang dan ikan dan dua darah adalah hati dan limpa. (Dikeluarkan
oleh Ahmad dan Ibnu Majah. Dan dalam sanadnya ada kelemahan.)
Makna secara umum
Allah mengharamkan bangkai secara nash dalam al-quran yang jelas.
Dan Allah mengecualikan sesuatu darinya melalui lisan Rasulullah Saw al-amin.
Maka Allah membolehkan bagi kita memakan Bangkai laut dan bangkai belalang, dan
Allah SWT membolehkan bagi kita hati dan limpa.
Fiqih Hadits
1. Keharaman
memakan bangkai dan dikecualikan darinya bangkai belalang dan ikan , maka halal
memakan keduanya. Di dalamnya terdapat beberapa perincian ,imam syafi’i dan abu
hanifah mengatakan bangkai belalang halal ditemukan dalam keadaan apapun baik
mati karna terjepit hidungnya atau sebab dibunuh manusia. Sedangkan imam Ahmad
dan imam Malik mengatakan tidak halal kecuali yang matinya sebab manusia
semisal diputus sebagian tubuhnya, atau menyakitinya, atau membakarnya
hidup-hidup, atau memanggangnya, maka
apabila mati terjepit hidungnya atau
(mati sendiri) dalam sebuah wadah maka hukum memakannya haram. Sedangkan ikan,
maka halal memakannya baik yang matinya sebab manusia atau ikan itu keluar dari
air (melompat).Hal ini adalah madzhab jumhur ulama. Dan menurut mereka ikan
yang mati mengambang hukumnya haram. Sedangkan menurut imam Syafi’i tetap
halal.
2. Keharaman
memakan darah dan dikecualikan darinya hati dan limpa maka halal memakan
keduanya.
Ibnu Mulaqqan mengatakan :
“Hadits ini diriwayat oleh para imam ; Syafi’i, Ahmad dalam musnad
keduanya, Ibnu Majah, Darulquthni dan Baihaqi dalam sunan mereka dari riwayat
Abdurrahman bin al-Zaid bin Aslam dari Bapaknya dari Ibnu Umar secara marfu’.
Darulquthni dan Baihaqi mengatakan, hadits ini juga telah diriwayat oleh
Sulaiman bin Bilal dari Zaid bin Aslam dari Abdullah bin Umar, sesungguhnya
beliau berkata : “Dihalalkan bagi kita dua bangkai dan dua darah…” al-hadits.
Selanjut Darulquthni dan Baihaqi mengatakan ini lebih sahih, yakni orang yang
mengatakan “Dihalalkan bagi kita dua bangkai dan dua darah…” adalah Ibnu Umar,
karena riwayat pertama, yaitu riwayat yang marfu’ adalah sangat dha’if, karena
Abdurrahman bin Zaid bin Aslam adalah dha’if dengan kesepakatan para hafizh dan
telah didha’ifkan juga oleh Imam Ahmad dan Ali bin al-Madiny.”
Penjelasan hadits ini menurut al-Manawy sebagai berikut :
1. Penghalalan
dua bangkai dan dua darah hanya berlaku untuk syari’at Muhammad, tidak untuk
syari’at umat lain
2. Bangkai
menurut fuqaha adalah binatang yang hilang hidupnya tanpa disembelih secara
syara’
3. Yang
dimaksud dengan ikan di sini adalah hewan laut yang halal memakannya, meskipun
tidak dinamakan dengan ikan dan tidak berbentuk ikan sama sekali.
4. Pengkhususan
dengan dua bangkai dan dua darah di atas tidak menunjukkan yang halal hanya dua
bangkai dan dua darah saja, karena mafhum laqab tidak dapat menjadi hujjah.
Hadits lain mengenai hukum makan hewan laut adalah hadits riwayat
Abu Hurairah, berbunyi :
قَالَ رَسُولُ
اَللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - فِي اَلْبَحْرِ: - هُوَ اَلطُّهُورُ مَاؤُهُ,
اَلْحِلُّ مَيْتَتُهُ - أَخْرَجَهُ اَلْأَرْبَعَةُ, وَابْنُ أَبِي شَيْبَةَ
وَاللَّفْظُ لَهُ, وُ اِبْنُ خُزَيْمَةَ وَاَلتِّرْمِذِيُّ ورواه مالك والشافعي
واحمد
Artinya : Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah SAW bersabda
tentang laut, "Airnya menyucikan dan halal bangkainya."(Dikeluarkan
oleh imam yang empat, lbnu Abi Syaibah dan ini adalah lafazh miliknya dan oleh
Ibnu Khuzaimah dan at Tirmidzi. Juga diriwayat oleh Malik, asy-Syafi'i dan Ahmad)
Menurut keterangan Imam Nawawi, hadits ini shahih. Masih dalam
kitab yang sama, Imam al-Nawawi mengutip keterangan Qadhi Abu Thaib dan
lainnya, mengatakan bahwa telah terjadi perbedan pendapat mengenai hukum makan
hewan laut yang tidak berbentuk ikan pada umumnya dalam tiga pendapat, yaitu :
1.
Pendapat yang lebih shahih di sisi
sahabat Syafi’i, yaitu halal semuanya. Ini merupakan pendapat yang disebut oleh
Syafi’i dalam al-Um, Mukhtashar al-Muzni dan Ikhtilaf al-Iraqiyun. Alasannya,
nama ikan mencakup semua hewan dalam laut. Allah SWT berfirman :
حل لكم صيد البحر وطعامه
Artinya : Dihalalkan bagimu perburuan laut dan makanannya (Q.S.
al-Baqarah : 96)
Ibnu Abbas dan lainnya berkata : “Perburuan laut adalah hewan yang diburu,
sedang makanannya adalah sesuatu yang dimuntahnya (makanan yang berasal dari
laut)”. Alasan yang lain adalah berdasarkan sabda Rasululullah SAW : “Air laut
itu menyucikan serta halal bangkainya.”
2.
Haram, ini merupakan mazhab Abu
Hanifah
3. Hewan
laut yang dimakan semisal dengannya di darat seperti lembu, kambing dan lainnya
adalah halal. Sedangkan hewan laut yang tidak dimakan semisal dengannya di
darat seperti babi laut dan anjing laut, adalah haram.
B.
Menggunakan Bejana Orang Musyrik atau Ahli Kitab
-وَعَنْ أَبِي ثَعْلَبَةَ الْخُشَنِيِّ - رضي الله عنه - قَالَ: -
قُلْتُ: يَا رَسُولَ الْلَّهِ، إِنَّا بِأَرْضِ قَوْمٍ أَهْلِ كِتَابٍ،
أَفَنَأْكُلُ فِي آنِيَتِهِمْ؟ قَالَ: "لَا تَأْكُلُوا فِيهَا، إِلَّا أَنْ
لَا تَجِدُوا غَيْرَهَا، فَاغْسِلُوهَا، وَكُلُوا فِيهَا" - مُتَّفَقٌ
عَلَيْهِ
Artinya : Dari Abu
Tsa’labah al-Khusyani r.a. beliau berkata : Aku mengatakan : “Ya Rasulullah,
sesungguhnya kami tinggak di tengah-tengah ahli kitab, bolehkah kami makan
dengan menggunakan bejana mereka ?” Beliau bersabda : “Janganlah makan
dengannya kecuali jika tidak ada yang lainnya, maka basuhlah dan makan
dalamnya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Makna Secara Umum
Hukum
syara’ melarang kita untuk makan dan minum dalam wadah orang yahudi dan
nasrani. Karna mungkin saja terdapat najis di wadah tersebut menurut kebiasaan
mereka, karna mereka tidak memeperdulikan perkara suci dan najis. Namun apabila
dalam keadaan terpaksa maka syara’ membolehkan bagi kita untuk menggunakan
wadah orang yahudi atau nasrani tersebut setelah membasuhnya dengan air supaya
kita tahu kalau kita benar-benar menyucikannya.
Fiqih
Hadits
1.
Kebolehan
menggunakan wadah ahli kitab setelah membasuhnya.
2.
Larangan
dalam hadits tersebut menunjukkan kemakruhan karna menganggap kotor wadah-wadah
mereka sebab mereka sering memakai barang-barang najis.
-وَعَنْ عِمْرَانَ
بْنِ حُصَيْنٍ رَضِيَ الْلَّهُ عَنْهُمَا؛ - أَنَّ النَّبِيَّ - صلى الله عليه
وسلم - وَأَصْحَابَهُ تَوَضَّئُوا مِنْ مَزَادَةِ اِمْرَأَةٍ مُشْرِكَةٍ. -
مُتَّفَقٌ عَلَيْهِ، فِي حَدِيثٍ طَوِيلٍ
Artinya : Dari Imran bin Hushain r.a.,
sesungguhnya Nabi SAW dan para sahabatnya berwudhu’ dari bejana milik seorang
perempuan musyrik (Muttafaqun ‘alaihi dalam hadits yang panjang)
Makna Secara Umum
Hadits ini adalah potongan dari hadits yang
panjang. Lafadznya “Sesungguhnya Rasulullah SAW mengutus sayyidina ali RA dan
sahabat lain yang bersamanya di tengah-tengah perjalanan beliau, dan mereka
kehabisan air, maka Rasulullah SAW berkata pergilah kalian berdua untuk mencari
air, maka mereka berdua berangkat dan bertemu perempuan diantara tempat
perbekalan air diatas unta miliknya, mereka bertanya dimanakah terdapat air?
Perempuan itu menjawab “ kemarin saya menemukan air, Mereka berdua berkata, pergilah
kepada Rosulullah sekarang, kemudian rosulullah berkata dan mengajak dengan
sebuah wadah dan menuangkan di dalamnya dari mulut dua tempat perbekalan
tersebut dan orang-orang diundang,siramilah (dirimu) dan ambillah air (darinya)
,maka mereka menyiram (dirinya) dan mengambil air (darinya)
Fiqih Hadits
1.
Sucinya
wadah orang musyrik
2.
Dibagh
(sama’) mampu mensucikan kulit bangkai, maka tempat perbekalan air
(mazadataini) itu dari kulit hewan sembelihan Orang-orang Musyrik. Sedangkan
sesembelihan mereka di hukumi najis
3.
Kemurahan
agama islam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar