BAB I
PENDAHULUAN
1.1.
LATAR BELAKANG MASALAH
Salah satu komponen
dalam system pendidikan adalah adanya peserta didik, peserta didik merupakan
komponen yang sangat penting dalam system pendidikan, sebab seseorang tidak
bisa dikatakan sebagai pendidik apabila tidak ada yang dididiknya.
Peserta didik adalah
orang yang memiliki potensi dasar, yang perlu dikembangkan melalui pendidikan,
baik secara fisik maupun psikis, baik pendidikan itu dilingkungan keluarga,
sekolah maupun dilingkkungan masyarakat dimana anak tersebut berada.
Sebagai peserta didik
juga harus memahami kewajiban, etika serta melaksanakanya. Kewajiban adalah
sesuatu yang wajib dilakukan atau dilaksanakan oleh peserta didik. Sedangkan
etika adalah aturan perilaku, adat kebiasaan yang
harus di tati dan dilaksanakan oleh peserta didik dalam proses belajar.
Namun itu semua tidak
terlepas dari keterlibatan pendidik, karena seorang pendidik harus memahami dan
memberikan pemahaman tentang dimensi-dimensi yang terdapat didalam diri peserta
didik terhadap peserta didik itu sendiri, kalau seorang pendidik tidak
mengetahui dimensi-dimensi tersebut, maka potensi yang dimiliki oleh peserta
didik tersebut akan sulit dikembangkan, dan peserta didikpun juga mengenali
potensi yang dimilikinya.
Dalam makalah ini, kami
mencoba menghidangkan persoalan-persoalan diatas guna mncapai tujuan pendidikan
yang diharapakan, khususnya dalam pendidikan Islam.
1.2.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa pengertian dari
peserta didik itu ?
2.
Apa saja
demensi-demensi peserta didik itu ?
3.
Bagamanakah intelegensi
peserta didik itu ?
4. Bagamanakah
keperibadian peserta didik itu ?
5.
Bagaimanakah etika dari
peserta didik itu ?
1.3. TUJUAN
Dari beberapa rumusan diatas maka tujuan yang hendak
dicapai antar lain ialah
Para pendengar dan
pembaca dapat mengerti tentang peserta didik,baik dari demensinya,etika,dan
semua hal yang berhubungan dengan peserta didik.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. PENGERTIAN PESERTA DIDIK
Secara etimologi
peserta didik dalam bahasa arab disebut dengan Tilmidz jamaknya
adalah Talamid, yang artinya adalah “murid”, maksudnya adalah
“orang-orang yang mengingini pendidikan”. Dalam bahasa arab dikenal juga dengan
istilah Thalib, jamaknya adalah Thullab, yang
artinya adalah “mencari”, maksudnya adalah “orang-orang yang mencari ilmu”. Ini
sesuai dengan sabda Rasulullah Saw:
من طلب علما فادركه كتب الله كفلين…….( رواه الطبرنى )
“Siapa yang menuntut
ilmu dan mendapatkannya, maka Allah mencatat baginya dua bagian”. (HR. Thabrani)
Namun secara definitif
yang lebih detail para ahli teleh menuliskan beberapa pengertian tentang
peserta didik. Peserta didik merupakan orang yang belum dewasa dan memilki
sejumlah potensi (kemampuan) dasar yang masih perlu dikembangkan.[1][1]
Menurut pasal 1 ayat 4
UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang system pendidikan nasional, peserta didik
adalah anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses
pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Abu Ahmadi juga
menuliskan tentang pengertian peserta didik, peserta didik adalah orang yang
belum dewasa, yang memerlukan usaha, bantuan, bimbingan orang lain untuk
menjadi dewasa, guna dapat melaksanakan tugasnya sebagai makhluk Tuhan, sebagai
umat manusia, sebagai warga Negara, sebagai anggota masyarakat dan sebagai
suatu pribadi atau individu.[2][2]
Dari definisi-definisi
yang diungkapkan oleh para ahli diatas dapat disimpulkan bahwa peserta didik
adalah orang yang mempunyai fitrah (potensi) dasar, baik secara fisik maupun
psikis, yang perlu dikembangkan, untuk mengembangkan potensi tersebut sangat
membutuhkan pendidikan dari pendidik.
Samsul Nizar,
sebagaimana yang dikutip oleh Ramayulis mengklasifikasikan peserta didik
sebagai berikut:
a.
Peserta didik bukanlah
miniature orang dewasa tetapi memiliki dunianya sendiri.
b.
Peserta didik memiliki
periodisasi perkembangan dan pertumbuhan.
c.
Peserta didik adalah
makhluk Allah SWT yang memiliki perbedaan individu baik disebabkan oleh faktor
bawaan maupun lingkungan dimana ia berada.
d.
Peserta didik merupakan
dua unsur utama jasmani dan rohani, unsur jasmani memiliki daya fisik dan unsur
rohani memiliki daya akal hati nurani dan nafsu.
e.
Peserta didik adalah
manusia yang memiliki potensi atau fitrah yang dapat dikembangkan dan
berkembang secara dinamis.[3][3]
Peserta didik juga
dikenal dengan istilah lain seperi Siswa, Mahasiswa, Warga Belajar, Palajar,
Murid serta Santri.
a.
Siswa adalah istilah
bagi peserta didik pada jenjang pendidikan dasar dan menengah.
b.
Mahasiswa adalah
istilah umum bagi peserta didik pada jenjang pendidikan perguruan tinggi.
c.
Warga Belajar adalah
istilah bagi peserta didik nonformal seperti Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat
(PKBM).
d.
Pelajar adalah istilah
lain yang digunakan bagi peserta didik yang mengikuti pendidikan formal tingkat
menengah maupun tingkat atas.
e.
Murid memiliki definisi
yang hampir sama dengan pelajar dan siswa.
f.
Santri adalah istilah
bagi peserta didik pada jalur pendidikan non formal, khususnya pesantren atau
sekolah-sekolah yang berbasiskan agama islam.[4][4]
Pendidikan merupakan
bantuan bimbingan yang diberikan pendidik terhadap peserta didik menuju
kedewasaannya. Sejauh dan sebesar apapun bantuan itu diberikan sangat
berpengaruh oleh pandangan pendidik terhadap kemungkinan peserta didik utuk di
didik.
Sesuai dengan fitrahnya
manusia adalah makhluk berbudaya, yang mana manusia dilahirkan dalam keadaan
yang tidak mengetahui apa-apa dan ia mempunyai kesiapan untuk menjadi baik atau
buruk.
Peserta didik juga mempunyai kewajiban, diantaranya yaitu menurut UU RI
No. 20 th 2003:
a.
Menjaga norma-norma
pendidikan untuk menjamin
keberlangsungan proses dan
keberhasilan pendidikan.
Dalam buku
yang ditulis oleh Rama yulis, menurut Al-Ghozali ada sebelas kewajiban peserta
didik, yaitu :
1.
Belajar
dengan niat ibadah dalam rangka taqoruh kepada Allah SWT,
sehingga dalam kehidupan sehari-hari anak didik dituntut untuk mensucikan
jiwanya dari akhlak yang rendah dan watak yang tercela. Allah SWT berfirman:
Artinya:
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi
kepada-Ku.” (Qs. Ad- Dzariat: 56)
Artinya:
“Tiada sekutu bagiNya; dan demikian Itulah yang diperintahkan kepadaku dan Aku
adalah orang yang pertama-tama menyerahkan diri (kepada Allah).” (Al- An’am:
163)
2. Mengurangi kecenderungan pada duniawi
dibandingkan masalah ukhrowi. Allah SWT berfirman:
Artinya:
“Dan Sesungguhnya hari Kemudian itu lebih baik bagimu daripada yang sekarang
(permulaan)[6][6]”....(Qs.
Adh-Dhuha: 4).
3. Bersikap tawadhu’ (rendah hati) dengan
cara meninggalkan kepentingan pribadi untuk kepentingan pendidikannya.
4. Menjaga pikiran dan pertantangan yang
timbul dari berbagai aliran.
5. Mempelajari ilmu – ilmu yang terpuji, baik
untuk ukhrowi maupun untuk duniawi.
6. Belajar dengan bertahap dengan cara
memulai pelajaran yang mudah menuju pelajaran yang sukar.
7. Belajar ilmu sampai tuntas untuk kemudian
hari beralih pada ilmu yang lainnya, sehingga anak didik memiliki spesifikasi
ilmu pengetahuan secara mendalam.
8. Mengenal nilai-nilai ilmiah atas ilmu
pengetahuan yang dipelajari.
9. Memprioritaskan ilmu diniyah sebelum
memasuki ilmu duniawi.
10. Mengenal nilai-nilai pragmatis bagi suatu
ilmu pengetahuan, yaitu ilmu yang dapat bermanfaat dalam kehidupan dinia
akherat.
Menurut Asma Hasan
Fahmi, sebagai mana yang dikutip oleh samsul nizar, menuliskan beberapa
kewajiban peserta didik antara lain :
1)
Peserta didik hendaknya
membersihkan hatinya sebelum menuntut ilmu, hal ini disebabkan karena menuntut
ilmu adalah ibadah dan tidak sah ibadah kecuali dengan hati yang bersih.
2)
Tujuan belajar
hendaknya ditujukan untuk menghiasi ruh dengan berbagai sifat keutamaan.
3)
Memiliki kemampuan yang
kuat untuk mencari dan menuntut ilmu diberbagai tempat.
4)
Setiap peserta didik
wajib mengormati pendidiknya.
Selain yang ditulis
oleh Asma Hasan Fahmi diatas, pengembara Ibnu Zubeir, menambahkan, kewajiban
yang harus senantiasa diperhatikan oleh peserta didik adalah jangan pernah
meremehkan suatu ilmu yang telah diberikan.[9][9]
2.2. DEMENSI – DEMENSI PESERTA
DIDIK
@. Dimensi-dimensi peserta
didik yang akan dikembangkan
Berdasarkan
proses penciptaan, manusia merupakan rangkaian utuh antara komponen materi dan
immateri, komponen materi berasal dari tanah, seperti yang dituangkan dalam
al-Qur’an surat as-sajadah ayat 7 :
Artinya :”yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya dan
yang memulai penciptaan manusia dari tanah“.
Dan komponen immateri
yaitu; ditiupkan roh oleh Allah. Sebagaimana yang dinyatakan Allah dalam
al-Qur’an surat al-hijr ayat : 29 :
Artinya:
“Maka
apabila aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya
ruh (ciptaan)-Ku, Maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud”
Dari komponen asal
penciptaan manusia tersebut dapat dsimpulkan bahwa manusia yang akan menjadi
peserta didik merupakan terdiri dari unsur jasmani dan rohani (fisik dan
psikis). Sebagai peserta didik kedua unsur tersebut harus dikembangkan melalui
pendidikan.
Adapun
dimensi-dimensi peserta didik yang harus dikembangkan diantaranya adalah
A. Dari segi fisik (jasmani).
Abu
Ishak menjelaskan bahwa, jasmani atu jasad sesuatu yang tidak dapat berfikir
dan tidak dapat dilepaskan dari pengertian bangkai. Sedangkan menurut al-Lais,
makhluk yang berjasad adalah makhluk yang makan dan minum. Menurut al-Ghazali,
jasmani adalah bagian yang tidak sempurna, ia terdiri dari unsur-unsur materi,
yang pada suatu saat komposisinya bisa rusak. Dengan demikian berarti jasmani
manusia bentuk kasar manusia yang nampak, dapat diraba, menempati ruang dan
waktu tertentu, mengalami perubahan dan pertumbuhan.[10]
Menurut
Harun Nasution, sebagaimana yang dikutip oleh Samsul Nizar, menuliskan bahwa
dari segi fisik (jasmani), dimensi manusia (peserta didik) yang harus
dikembangkan adalah, potensi pendengaran, penglihatan, rabaan, penciuman dan
daya gerak.[11]
Dalam
pelaksanaan pendidikan jasmani, didalam al-qur’an ditemukan prinsip-prinsip
tentang pendidikan jasmani, diantaranya ;
1. QS. Al-mudtsir : 4-5
وَثِيَابَكَ
فَطَهِّرْ(4)وَالرُّجْزَ فَاهْجُرْ(5)
“Dan
pakaianmu bersihkanlah, dan perbuatan dosa tinggalkanlah”.
2. QS. Al-a’raf : 31
يَابَنِي ءَادَمَ خُذُوا
زِينَتَكُمْ عِنْدَ كُلِّ مَسْجِدٍ وَكُلُوا وَاشْرَبُوا وَلَا تُسْرِفُوا إِنَّهُ لَا يُحِبُّ
الْمُسْرِفِينَ(31)
“Hai anak
Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan
minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai
orang-orang yang berlebih-lebihan”.
B. Dari segi psikis (rohani).
Aspek
rohaniyah sifatnya abstrak dan tidak dapat realitaskan, ia hanya terlihat dari
adanya aktifitas manusia. Namun para ulama mencoba memeberikan pengertian
tentang roh, seperti yang dikuti oleh Samsul Nizar, sebagai berikut :
1. Al-Ghazali, membagi roh kepada dua bentuk ;
a. Al-ruh, yaitu; daya manusia untuk mengenal dirinya sendir,
mengenal tuhannya dan mencapai ilmu pemgetahuan.
b. Al-nafs (jiwa) yaitu; panas alami yang mengalir pada
pembuluh-pembuluh nadi, oto-otot dan syaraf manusia, ia sebagai tanda adanya
kehidupan pada diri manusia.
2. Al-farabi, menuliskan roh merupakan daya penggerak yang memiliki
daya aktif.[12]
Allah
swt berfirman : QS. Al-syams : 7-10 :
وَنَفْسٍ وَمَا
سَوَّاهَا(7)فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا(8)قَدْ أَفْلَحَ مَنْ
زَكَّاهَا(9)وَقَدْ خَابَ مَنْ دَسَّاهَا(10)
“Dan
jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), maka Allah mengilhamkan kepada jiwa
itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya. sesungguhnya beruntunglah orang yang
mensucikan jiwa itu, dan sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya”.
Berdasarkan ayat diatas, dapat dilihat bahwa roh manusia berkembang
ketaraf yang lebih tinggi apabila manusia berusaha kearah itu, yaitu dengan
meningkatkan keimanan dan amal saleh, oleh karena itu untuk mewujudkan itu
semua sangat membutuhkan pendidikan agama.
Dimensi
kejiwaan merupakan dimensi yang sangat penting dan memiliki pengaruh dalam
pengendalian keadaan manusia agar dapat hidup sehat, tentram dan bahagia.
Firman Allah swt. dalam surat al-hijr : 29 :
فَإِذَا سَوَّيْتُهُ
وَنَفَخْتُ فِيهِ مِنْ رُوحِي فَقَعُوا لَهُ سَاجِدِينَ
“Maka
apabila Aku telah menyempurnakan kejadiannya, dan telah meniup kan kedalamnya
ruh (ciptaan)-Ku, maka tunduklah kamu kepadanya dengan bersujud”
- Dimensi akal
Al-Ishfahami,
membagi akal manusia kepada dua macam, yaitu ;
a. aql al-mathbu’, yaitu akal yang merupakan pancaran dari Allah
sebagai fitrah ilahi, akal ini menduduki posisi yang sangat tinggi, namun akal
tidak berkembang secara optimal.
b. Aql al-masmu’, yaitu akal yang merupakan kemampuan menerima yang
dikembangkan oleh manusia.
Sedangkan
fungsi akal manusia terbagi kepada enam macam, yaitu ;
a) Akal sebagai penahan nafsu
b) Akal adalah pengertian dan pemikiran yang berubah-ubah dalam
menghadapi sesuatu.
c) Akal sebagai petunjuk yang dapat membedakan hidayah dengan
kesesatan.
d) Akal sebagai kesadaran batin dan pengetahuan.
e) Akal sebagai pandangan batin yang berdaya tembus melebihi
penglihatan mata.
f) Akal merupakan daya ingat mengambil dari yang telah lampau untuk
masa yang akan dating.[13]
2. Dimensi
keberagamaan
Manusia adalah makhluk yang berketuhanan atau yang disebut dengan
istilah homo divonous (makhluk yang percaya adanya tuhan). Berdasarkan hasil
riset dan observasi, hamper hamper seluruh ahli ilmu jiwa sependapat bahwa pada
diri manusia terdapat semacam keinginan dan kebutuhan yang bersifat universal.[14]
Dalam pandangan Islam, sejak lahir manusia telah mempunyai agama dan
yang mengakui adanya zat yang maha pencipta. Seperti yang diterangkan oleh
Allah dalam al-qur’an, surat al-a’raf ayat 172 :
Artinya :
“dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan
keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian
terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): “Bukankah aku ini Tuhanmu?” mereka
menjawab: “Betul (Engkau Tuban kami), Kami menjadi saksi”. (kami lakukan yang
demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: “Sesungguhnya Kami
(Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)”,
Manusia adalah hasil dari proses pendidikan yang mempunyai tujuan
tertentu, tujuan pendidikan akan mudah tercapai kalau ia mempunyai kesamaan
dengan sifat-sifat dasar dan kecenderungan manusia pada objek-objek tertentu.[15]
3. Dimensi
akhlak
Akhlak menurut pengertian Islam adalah salah satu hasil dari iman
dan ibadat, karena iman dan ibadat tidak sempurna kecuali dengan muncul akhlak
yang mulia.[16]
Menurut Al-Ghazali, akhlak merupakan tabiat yang bisa dilihat dalam
dua bentuk:
b. Tabiat fitrah, yaitu kekuatan tabiat pada asal kesatuan tubuh dan
berkelanjutan selama hidup.
c. Akhlak yang muncul dari suatu perangai yang banyak diamalkan dan
ditaati sehingga menjadi bagian dari adat kebiasaan yang berurat dan berakar
pada dirinya.
Adapun
cirri-ciri akhlak Islam, antara lain :
a) Bersifat menyeluruh (universal), akhlak Islam adalah suatu metode
(minhaj) yang sempurna meliputi seluruh gejala aktifitas biologis perseorangan
dan masyarakat, serta dalam segala segi kehidupan.
b) Cirri-ciri keseimbangan manusia dan akhlaknya menghargai tabiat
manusia.
c) Bersifat sederhana dan berlebihan pada satu aspek.
d) Realistis, akhlak Islam sesuai dengan kemampuan manusia dan
sejalan dengan naluri yang sehat.
e) Kemudahan, manusia tidak dibebani kecuali dalam batas-batas
kesanggupan manusia.
f) Mengikat kepercayaan dengan amal, perkataan dan perbuatan, teori
dan praktek.
4. Dimensi
(seni) keindahan
Seni adalah eksperesi roh dan daya manusia yang mengandung dan
melahirkan keindahan, sebagai manifestasi dan refleksi dari kehidupan manusia,
maka seni merupakan bagi manusia untuk mencapai tujuan hidupnya.
Jadi, tujuan seni bukanlah untuk keindahan, tapi memiliki tujuan
jangka panjang yaitu kebahagiaan spiritual dan material manusia didunia dan
diakhirat, serta menjadi rahmat bagi segenap alam dibawah naungan ridha Allah.
Firman Allah. QS. Al-nahl : 1
أَتَى أَمْرُ اللَّهِ فَلَا
تَسْتَعْجِلُوهُ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى عَمَّا
يُشْرِكُونَ(1)
“Telah
pasti datangnya ketetapan Allah, maka janganlah kamu meminta agar disegerakan
(datang) nya. Maha Suci Allah dan Maha Tinggi dari apa yang mereka
persekutukan.”
5. Dimensi
sosial
Seorang manusia adalah makhluk individual dan secara bersamaan
adalah makhluk sosial. Keserasian antara individu dan masyarakat tidak
mempunyai kontradiksi antara tujuan sosial dan individu.
Pendidikan sosial ini melibatkan bimbingan terhadap tingkah laku
sosial, ekonomi, dan politik dalam kerangka aqidah Islam yang betul,
ajaran-ajaran dan hukum-hukum yang dapat meningkatkan ketakwaan.
Pada dimensi-dimensi diatas, materi pendidikan dalam perspektif
pendidikan Islam, terjalin erat antara satu dengan yang lain secara integaral
dan harmonis. Model pendidikan yang ditawarkan harus memiliki muatan material
dan spiritual, untuk mempersiapkan peserta didik hidup secara dinamis baik bagi
kjehidupan dunia maupun kehidupan diakhirat kelak.
Oleh karena itu, muatan materi pendidikan humanistic Islami, tidak
semata-mata berorientasi pada ilmi-ilmu agama, tetapi juga berorientasi pada
ilmu-ilmu kontemporer.
2.3. INTELEGENSI PESERTA DIDIK
Kecerdasan atau intelegensi peserta didik itu ada 10 macam, yaitu:
1.
Kecerdasan linguistic (linguistik intelligence)
Adalah kemampuan untuk
berfikir dalam bentuk kata-kata dan menggunakan bahasa untuk mengekpresikan dan
menghargai makna yang komplek, yang meliputi kemampuan membaca, mendengar,
menulis, dan berbicara.
2.
Intelegensi logis-matematis
(logical matematich)
Adalah kemampuan dalam
menghitung, mengukur dan mempertimbangkan proposisi dan hipotesis serta
menyelesaikan operasi-operasi matematika.
3.
Intelegensi musik (musical
intelegence)
Intelegensi musik adalah
kecerdasan seseorang yang berhubungan dengan sensitivitas pada pola titik nada,
melodi, ritme, dan nada. Musik adalah bahasa pendengaran yang menggunakan tiga
komponen dasar yaitu intonasi suara, irama dan warna nada yang memakai system
symbol yang unik.
4.
Intelegensi Kinestetik
Kinestetik adalah belajar
melalui tindakan dan pengalaman melalui panca indera. Intelegensi kinestetik
adalah kemampuan untuk menyatukan tubuh atau pikiran untuk menyempurnakan
pementasan fisik. Dalam kehidupan sehari-hari dapat diamati pada actor, atlet
atau penari, penemu, tukang emas, mekanik.
5.
Intelegensi Visual-spasial
Intelegensi visual-spasial
merupakan kemampuan yang memungkinkan memvisualisasikan informasi dan
mensintesis data-data dan konsep-konsep ke dalam metavor visual.
6.
Intelegensi Interpersonal
Intelegensi interpersonal
adalah kemampuan untuk memahami dan berkomunikasi dengan orang lain dilihat
dari perbedaan, temperamen, motivasi, dan kemampuan.
7.
Intelegensi Intrapersonal
Adalah kemampuan seseorang
untuk memahami diri sendiri dari keinginan, tujuan dan system emosional yang
muncul secara nyata pada pekerjaannya.
8.
Intelegensi Naturalis
Adalah kemampuan untuk
mengenal flora dan fauna melakukan pemilahan-pemilahan utuh dalam dunia
kealaman dan menggunakan kemampuan ini secara produktif, misalnya untuk
berburu, bertani, atau melakukan penelitian biologi.
9.
Intelegensi Emosional
Adalah yang dapat membuat
orang bisa mengingat, memperhatikan, belajar dan membuat keputusan yang jernih
tanpa keterlibatan emosi. Jadi intelegensi emosional disini berkaitan dengan
sikap motivasi, kegigihan, dan harga diri yang akan mempengaruhi keberhasilan
dan kegagalan siswa.
10.
Intelegensi Spiritual
Adalah kemampuan yang
berhubungan dengan pengakuan adanya Tuhan sebagai pencipta alam semesta beserta
isinya.[10][19]
2.4. KEPERIBADIAN PESERTA DIDIDK
Menurut Eysenck (1964) menyatakan
tipe kepribadian dibagi menjadi tiga, yaitu:
- Kepribadian Ekstrovert: dicirikan dengan sifat sosiabilitas, bersahabat, menikmati kegembiraan, aktif bicara, impulsif, menyenangkan spontan, ramah, sering ambil bagian dalam aktivitas sosial.
- Kepribadian Introvert: dicirikan dengan sifat pemalu, suka menyendiri, mempunyai kontrol diri yang baik.
- Kepribadian Neurosis: dicirikan dengan pencemas, pemurung, tegang, bahkan kadang-kadang disertai dengan simptom fisik seperti keringat, pucat, dan gugup.
Menurut Mahmud (1990) menyatakan Kepribadian terbagi menjadi 12 tipe, yaitu:
- Mudah menyesuaikan diri, baik hati, ramah, hangat VS dingin.
- Bebas, cerdas, dapat dipercaya VS bodoh, tidak sungguh-sungguh, tidak kreatif.
- Emosi stabil, realistis, gigih VS emosi mudah berubah, suka menghindar (evasive), neurotik.
- Dominan, menonjolkan diri VS suka mengalah, menyerah.
- Riang, tenang, mudah bergaul, banyak bicara VS mudah berkobar, tertekan, menyendiri, sedih.
- Sensitif, simpatik, lembut hati VS keras hati, kaku, tidak emosional.
- Berbudaya, estetik VS kasar, tidak berbudaya.
- Berhati-hati, tahan menderita, bertanggung jawab VS emosional, tergantung, impulsif, tidak bertanggung jawab.
- Petualang, bebas, baik hati VS hati-hati, pendiam, menarik diri.
- Penuh energi, tekun, cepat, bersemangat VS pelamun, lamban, malas, mudah lelah.
- Tenang, toleran VS tidak tenang, mudah tersinggung.
- Ramah, dapat dipercaya VS curiga, bermusuhan.
Menurut Hippocrates dan Galenus tipe kepribadian yang tertuang bersifat jasmaniah atau fisik. Mereka mengembangkan tipologi kepribadian berdasarkan cairan tubuh yang menentukan temperamen seseorang. Tipe kepribadian itu antara lain:
- Tipe kepribadian choleric (empedu kuning), yang dicirikan dengan pemilikan temperamen cepat marah, mudah tersinggung, dan tidak sabar.
- Tipe melancholic (empedu hitam), yang berkaitan dengan pemilikan temperamen pemurung, pesimis, mudah sedih dan mudah putus asa.
- Tipe phlegmatic (lendir), yang bertemperamen yang serba lamban, pasif, malas, dan kadang apatis/ masa bodoh.
- Tipe sanguinis (darah), yang memiliki temperamen dan sifat periang, aktif, dinamis, dan cekatan.
Menurut Kretchmer dan Sheldon tipologi kepribadian didasarkan bentuk tubuh atau bersifat jasmaniah. Macam-macaam kepribadian ini adalah:
- Tipe asthenicus atau ectomorpic pada orang-orang yang bertubuh tinggi kurus memiliki sifat dan kemampuan berpikir abstrak dan kritis, tetapi suka melamun dan sensitif.
- Tipe pycknicus atau mesomorphic pada orang yang betubuh gemuk pendek, memiliki sifat periang, suka humor, popular dan mempunyai hubungan sosial luas, banyak teman, dan suka makan.
- Tipe athleticus atau mesomorphic pada orang yang bertubuh sedang/atletis memiliki sifat senang pada pekerjaan yang membutukhkan kekuatan fisik, pemberani, agresif, dan mudah menyesuaikan diri.
Namun demikian, dalam
kenyataannya lebih banyak manusia dengan tipe campuran(dysplastic).
Menurut Jung, tipe kepribadian dikelompokan berdasarkan kecenderungan hubungan sosial seseorang, yaitu:
Menurut Jung, tipe kepribadian dikelompokan berdasarkan kecenderungan hubungan sosial seseorang, yaitu:
- Tipe Ekstrovert yang perhatiannya lebih banyak tertuju di luar.
- Tipe Introvert yang perhatiannya lebih tertuju ke dalam dirinya, dan dikuasai oleh nilai-nilai subjektif.
Tetapi,
umumnya manusia mempunyai tipe campuran atau kombinasi antara ekstrovert dan introvert yang
disebut ambivert.
Pada periode anak sekolah, kepribadian peserta didik belum terbentuk sepenuhnya seperti orang dewasa. Kepribadian mereka masih dalam proses pengembangan. Wijaya (1988) menyatakan karakteristik peserta didik secara sederhana dapat dikelompokkan atas:
1. Kelompok anak yang mudah dan menyenangkan.
2. Anak yang biasa-biasa saja.
3. Anak yang sulit dalam penyesuaian diri dan sosial.
Pada periode anak sekolah, kepribadian peserta didik belum terbentuk sepenuhnya seperti orang dewasa. Kepribadian mereka masih dalam proses pengembangan. Wijaya (1988) menyatakan karakteristik peserta didik secara sederhana dapat dikelompokkan atas:
1. Kelompok anak yang mudah dan menyenangkan.
2. Anak yang biasa-biasa saja.
3. Anak yang sulit dalam penyesuaian diri dan sosial.
2.5. ETIKA PESERTA DIDIK
Agar peserta didik mendapatkan keridhoan dari Allah SWT dalam menuntut
ilmu, maka peserta didik harus mampu memahami etika yang harus dimilkinya,
yaitu:
a.
Peserta
didik hendaknya senantiasa membersihkan hatinya sebelum menuntut ilmu.
b. Tujuan belajar hendaknya ditujukan untuk
menghiasi roh dengan berbagai sifat keutamaan.
c.
Memiliki
kemauan yang kuat untuk mencari dan menuntut ilmu di berbagai tempat.
d. Setiap peserta didik wajib menghormati
pendidiknya.
Namun etika
peserta didik tersebut perlu disempurnakan dengan empat akhlak peserta didik
dalam menuntut ilmu, yaitu :
1. Peserta didik harus membersihkan hatinya
dari kotoran dan penyakit jiwa sebelum ia menuntut ilmu, sebab belajar
merupakan ibadah yang harus dikerjakan dengan hati yang bersih.
2. Peserta didik harus mempunyai tujuan
menuntut ilmu dalam rangka menghiasi jiwa dengan sifat keimanan, mendekatkan
diri kepada Allah.
3. Seorang peserta didik harus tabah dalam
memperoleh ilmu pengetahuan dan sabar dalam menghadapi tantangan dan cobaan
yang datang.
4. Seorang harus ikhlas dalam menuntut ilmu
dengan menghormati guru atau pendidik, berusaha memperoleh kerelaan dari guru
dengan mempergunakan beberapa cara yang baik.[12][11]
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
peserta didik adalah
anggota masyarakat yang berusaha mengembangkan dirinya melalui proses
pendidikan pada jalur jenjang dan jenis pendidikan tertentu.
Berdasarkan pemaparan di atas, maka dapat dipahami
bahwa intelegensi, yang seringkali diartikan dengan kecerdasan, adalah
kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh setiap individu dalam merespon dan
menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Kecakapan tersebut meliputi aspek
kognitif, psikomotorik, dan afektif.
Realitanya, intelegensi itu memilki banyak jenis dan
beranekaragam. Hal inilah yang kemudian mendorong lahirnya pandangan, bahwa
intelegensi itu mencakup 10 dimensi seperti yang dipaparkan oleh Gardner. Menurut Eysenck (1964)
menyatakan tipe kepribadian dibagi menjadi tiga, yaitu:
- Kepribadian Ekstrovert: dicirikan dengan sifat sosiabilitas, bersahabat, menikmati kegembiraan, aktif bicara, impulsif, menyenangkan spontan, ramah, sering ambil bagian dalam aktivitas sosial.
- Kepribadian Introvert: dicirikan dengan sifat pemalu, suka menyendiri, mempunyai kontrol diri yang baik.
- Kepribadian Neurosis: dicirikan dengan pencemas, pemurung, tegang, bahkan kadang-kadang disertai dengan simptom fisik seperti keringat, pucat, dan gugup.
Agar
peserta didik mendapatkan keridhoan dari Allah SWT dalam menuntut ilmu, maka
peserta didik harus mampu memahami etika yang harus dimilkinya
DAFTAR PUSTAKA
Slavin Robert E. Psikologi Pendidikan Teori dan praktek. Jakarta, PT. Indeks, 2011
Soemanto, Drs. Wasty. Psikologi
Pendidikan; Landasan Kerja Pemimpin Pendidikan. Jakarta: PT. Renika Cipta,
1990.
Sunardi, S.Pd. Kecerdasan
Majemuk. 04 21, 2009.
Arifin, H.M., Filsafat Pendidikan Islam,
Jakarta : Bumi Aksara, 1994.
Ali, Hery Noer, Drs. MA dan Munzier
S. Drs. MA. , Watak Pendidikan Islam, Jakarta : Friska Agung Insani,
2000.
Azza, Azyumardi, Pendidikan Islam, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999.
Buchori, Mochtar, Ilmu Pendidikan
dan Praktek Pendidikan dalam Renungan, Jakarta : IKIP Muhamadiyah.
1994.
Daradjat, Zakiah, Pendidikan
Agama dalam Pembinaan Mental, Jakarta : Bulan Bintang, 1982.
Fathurrohman, Pupuh, Prof. Strategi
Belajar Mengajar, Bandung : Reflika Aditama, 2007.
Gunawan, H. Ary, Kebijakan-kebijakan
Pendidikan di Indonesia , Jakarta : Bina Aksara, 1986.
Hasbullah, Sejarah Pendidikan
Islam di Indonesia:Lintas Sejarah Pertumbuhan dan Perkembangan, Jakarta :
PT. Raja Grafindo Persada, 1995.
Mastuhu, M. Ed, Memperdayakan
Sytem Pendidikan Islam, Jakarta : Logos Wacana Ilmu, 1999.
Mulyasa, E, Dr. M.Pd, Kurikulum
Yang Disempurnakan, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2006.
Nata, Abudin, Prof. Dr. MA, Manajemen
Pendidikan , Jakarta : Fajar Inter Pratama, 2003.
Panduan Lengkap KTSP, Jakarta : Pustaka Yustisia, 2007.
Purwanto, M. Ngalim, Drs. MP, Ilmu
Pendidikan Teoritis dan Praktis, Bandung : PT. Remaja Rosda Karya, 2004.
Rosidin, H. Deden, Drs. M.Ag, Akar-akar
Pendidikan dalam Al-Quran dan Hadits, Bandung : Pustaka Umat, 2003.
Suharto, Toto, Filsafat
Pendidikan Islam, Jogjakarta : Ar-Ruzz, 2006.
Tafsir, A, Prof. Dr. ,Cakrawala
Pemikiran Pendidikan Islam, Bandung : Mimbar Pustaka, 2004.
[3][3]. Samsul
Nizar, Filsafat
Pendidikan Islam. (Jakarta : Ciputat Press. 2002), hlm. 20 Lihat
Ramayulis, Ilmu
Pendidikan Islam. (Jakarta : Kalam Mulia, 2008), hlm. 36.
[5][5]. http://alenmarlissmpn1gresik.wordpress.com/2009/12/29/hak-dan-kewajiban-peserta-didik-berdasarkan-uu-no-20-th-2003/
[6][6].
Maksudnya ialah bahwa akhir perjuangan Nabi Muhammad Saw itu akan menjumpai
kemenangan-kemenangan, sedang permulaannya penuh dengan kesulitan-kesulitan.
Ada pula sebagian ahli tafsir yang mengartikan akherat dengan kehidupan akherat
beserta segala kesenangannya dan pula dengan arti kehidupan dunia. Lihat
Departemen Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an Dan Terjemahnya Juz 1-30,
(Semarang; PT. Kumudasmoro Grafindo Semarang, 1994), hlm. 1070.
[7][7]. Abd. Mujid dalam Ramayulis, Psikologi Agama, (Jakarta:Kalam
Mulia, 2004), hlm. 98. Lihat http://misbakhudinmunir.wordpress.com/2010/07/14/peserta-didik-dalam-pendidikan-islam/
[11][10]. Ramayulis, Op.cit. Hal 119, lihat http://renizulianti.blogspot.com/2010/12/artikel-tentang-peserta-didik.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar